Kamis, 21 Juli 2016

PERSPEKTIF PELATIHAN SDM



MAKALAH PERENCANAAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PERSPEKTIF PELATIHAN SDM
Description: D:\Rachmawati TS\camera\DATA KULIAH\LogoUnesa2010Warna [Black Text Bevel].png(Jenis-Jenis Pelatihan dan Aspek Legal dari Pelatihan)









Nama Kelompok:

REZA FAHRUDIN HAKIM                                      13080574023
RACHMAWATI TUS S                                            13080574109
MUHAMMAD SHOLAHUDDIN AL-AYUBI      13080574156



UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah perencanaan pengembangan SDM dengan judul “Perspektif Pelatihan SDM” yang berisi tentang pemaparan jenis – jenis pelatihan dan aspek legal dari pelatihan.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pengembangan SDM oleh Drs. Ec. Budiono M.Si. Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan berperan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik  di masa yang akan datang.


Surabaya, 27 April 2016


                                                                                                            Penulis










DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .........................................................................................   i
DAFTAR ISI  ......................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN  .................................................................................   1
  1.1 Latar Belakang  ............................................................................................   1
  1.2 Rumusan Masalah  .......................................................................................   1
  1.3 Tujuan  ..........................................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN  ...................................................................................   2
Perspektif Pelatihan SDM.....................................................................................   2
  a. Jenis – Jenis Pelatihan  ....................................................................................   2
  b. Aspek Legal dari Pelatihan  ...........................................................................   5
BAB III PENUTUP  ...........................................................................................   6
  3.1 Kesimpulan  ..................................................................................................   6
  3.2 Saran  ............................................................................................................   6
DAFTAR PUSTAKA  .........................................................................................   7













BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Di dalam dunia kerja dikenal istilah pelatihan kerja (Training). Pelatihan kerja banyak digunakan perusahaan untuk meningkatkan kualitas dari SDM yang dimilikinya. Guna meningkatkan potensi kerja karyawan maka perusahaan memerlukan suatu pelatihan kerja bagi karyawannya. Pelatihan sumber daya manusia akan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan kompetensi kerjanya, mengetahui keahlian baru, mempelajari inovasi – inovasi baru yang berhubungan dengan pekerjaannya, meningkatkan kedisiplinan, meningkatkan produktifitas, dan meningkatkan etos kerja. Dengan demikian Pelatihan kerja bagi SDM bisa menjadi sarana bagi karyawan untuk  mendapatkan ilmu baru serta bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan produktifitas dan etos kerja karyawan.
               Sehubungan dengan adanya pelatihan kerja bagi SDM dalam perusahaan, para pemangku kepentingan dalam perusahaan juga harus mengerti dan memahami adanya aspek legal dari pelatihan itu sendiri, sehingga pelaksanaan pelatihan tidak akan merugikan pihak manapun yang terkait dengan proses pelaksanaannya.
            Sejalan dengan paparan di atas, tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan jenis – jenis pelatihan dan aspek legal dari pelatihan.

1.2.       Rumusan Masalah
1.      Apa saja jenis – jenis Pelatihan SDM?
2.      Bagaimana aspek legal dari Pelatihan SDM yang ada di Indonesia?

1.3.       Tujuan
1.      Untuk  mengetahui jenis – jenis Pelatihan SDM.
2.      Untuk  mengetahui aspek legal dari Pelatihan SDM yang ada di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

PERSPEKTIF PELATIHAN SDM
             Pelatihan SDM (training) adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu (Sikula :2007).  Pelatihan kerja menurut Undang – Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 9 adalah kegiatan yang diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.

A.    JENIS – JENIS PELATIHAN
Menurut Simamora (2006: 278) ada lima jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan antara lain:
a.      Skill Training (Pelatihan Keahlian)
Skill training atau yang dikenal juga dengan pelatihan keahlian adalah jenis pelatihan yang diadakan dengan tujuan agar peserta mampu menguasai sebuah skill atau keterampilan baru yang berhubungan dengan pekerjaannya. Keahlian yang diajarkan dalam pelatihan ini biasanya akan diberikan kepada karyawan yang dianggap belum menguasai atau masih kurang nilainya dalam sebuah keahlian tertentu. Contoh skill training misalnya adalah pelatihan manajemen atau training leadership.
b.      Re-training (Pelatihan Ulang)
Re-training atau pelatihan ulang adalah pelatihan SDM yang diberikan kepada karyawan untuk menghadapi tuntutan kerja yang semakin berskembang. Teknologi, ilmu pengetahuan, dan dunia yang semakin berkembang memaksa semua orang untuk terus maju dan menyesuaikan diri tidak terkecuali karyawan perusahaan. Mereka harus selalu menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman dan inovasi terbaru sehingga mereka memiliki kompetensi yang tidak kalah dengan karyawan dari perusahaan-perusahaan lain. Salah satu contoh dari re-training adalah pelatihan penggunaan komputer hingga internet bagi karyawan yang selama ini hanya menggunakan mesin ketik untuk membuat dokumen-dokumen perusahaan.
c.       Cross Functional Training (Pelatihan Lintas Fungsional)
Cross functional training merupakan pelatihan yang dilakukan dengan meminta karyawan untuk melakukan aktivitas pekerjaan tertentu diluar bidang pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Cross functional training sangat bermanfaat bagi semua karyawan sehingga mereka mampu memahami cara kerja organisasi perusahaan secara lebih luas tidak hanya berkutat pada tugas kerjanya saja. Salah satu contoh cross functional training adalah meminta staff bagian keuangan untuk membantu tugas staff HRD dalam menyeleksi karyawan baru.
d.      Creativity Training (Pelatihan Kreativitas)
Pelatihan kreatifitas merupakan sebuah pelatihan SDM yang bertolak belakang dari anggapan bahwa kreatifitas sebenarnya bukan bakat melainkan sebuah skill yang bisa dipelajari. Dalam perusahaan sendiri, ada berbagai posisi dan jabatan yang membutuhkan kreatifitas tinggi diantaranya adalah marketing, manajer, promosi, supervisor, dan lain sebagainya. Mereka dituntut untuk bisa kreatif dalam memimpin anak buahnya serta bisa kreatif menelurkan ide- ide baru yang segar dan inovatif untuk kepentingan perusahaan. Pelatihan kreatifitas harus ditunjang dengan kebebasan berpendapat dan mengeluarkan gagasan selama gagasan dan pendapat tersebut rasional, penuh perhitungan, dan sudah dikalkulasi untung ruginya bagi perusahaan.
e.       Team Training (Pelatihan Tim)
Dalam sebuah perusahaan karyawan tidak hanya dituntut untuk bekerja sendiri namun juga bekerja secara tim dalam sebuah divisi, bagian, dan bahkan dituntut untuk bisa bekerja dalam keseluruhan tim organisasi perusahaan. Pelatihan SDM yang satu ini ditujukan bagi sekelompok karyawan agar mereka bisa terbiasa bekerja dalam tim, mampu menempatkan diri dalam sebuah tim, dan mampu bekerja sama dengan anggota tim yang lain sehingga pekerjaan dan tujuan bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif.

Menurut Decenzo & Robbins (1999: 230) program-program pelatihan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja.
Berikut ada dua kategori pokok program pelatihan:
a.   Metode Praktis (On The Job Training)
On The Job Training adalah suatu proses yang terorganisasi untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, kebiasaan kerja dan sikap karyawan. Dengan kata lain on the job training adalah pelatihan dengan cara pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang sebenarnya, dibawah bimbingan dan pengawasan dari pegawai yang telah berpengalaman atau seorang supervisor.
b. Metode Simulasi (Off The Job Training)
            Off The Job Training atau pelatihan di luar kerja adalah pelatihan yang berlangsung pada waktu karyawan yang dilatih tidak melaksanakan pekerjaan rutin/biasa.

Ciri-ciri dari On the job training
Ciri-ciri dari Off the job training
1.    Dilaksanakan di tempat kerja
2.    Dilaksanakan pada setiap karyawan baru pindah kebagian lain (mutasi), yang berganti tugas dan tanggung jawabnya, karyawan yang menunjukkan prestasi kurang baik dalam pekerjaannya.
3.    Dilaksanakan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan tersebut sebagai alat untuk menaikkan jabatan.
4.    Pengetahuan/keterampilan berupa pengalaman (praktik langsung)
5.    Dilaksanakan secara individual
6.    Biaya relatif kecil
1.    Dilaksanakan dalam suatu ruangan/kelas (diluar tempat kerja) atau dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan tempat kerja.
2.    Dilaksanakan pada karyawan yang bekerja tetap untuk mengembangkan diri dan pengembangan karir.
3.    Dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan
4.    Pengetahuan/keterampilan berupa konsep
5.    Dilaksakansecara kelompok
6.    Biaya relatif besar


B.     ASPEK LEGAL DARI PELATIHAN
Kata Legal berasal dari kata Leggal (bahasa Belanda) yang artinya sah menurut Undang-Undang. Atau menurut Kamus  Bahasa Indonesia, Legal diartikan sesuai dengan Undang-Undang atau hukum. Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan, pengertian Aspek Legal Pelatihan adalah penggunaan norma hukum yang telah disahkan oleh badan yang ditugasi untuk itu menjadi sumber hukum yang paling utama dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pelatihan sumber daya manusia di sebuah perusahaan.

Ada beberapa ketentuan pokok penyelenggaraan pelatihan kerja sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada Bab 5 Pasal 9 s/d 30  adalah sebagai berikut:
1.      Bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuanya.
2.      Pelatihan kerja dapat diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah atau lembaga pelatihan kerja swasta baik yang berbadan hukum ataupun perorangan yang telah mendapatkan izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
3.      Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat kerja atau tempat pelatihan.
4.      Pelatihan juga dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.










BAB III
PENUTUP
3.1.    Kesimpulan
       Pelatihan merupakan usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas performansi karyawan yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir sehingga dapat melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan standar yang diinginkan. Dengan adanya pelatihan baik karyawan maupun perusahaan dapat diuntungkan jika pelatihan itu sendiri juga telah memenuhi aspek legal dari pelatihan yang berlaku di Indonesia

3.2.    Saran
       Dengan adanya jenis – jenis pelatihan yang bermacam-macam, serta wacana dan Undang-Undang yang berlaku terkait aspek legal dari pelatihan, diharapkan para manajer dan pemangku kepentingan dalam perusahaan dapat mengambil satu langkah kedepan agar para karyawannya semakin berkualitas dan tujuan perusahaan juga dapat segera tercapai.














DAFTAR PUSTAKA

Sikula, Andrew E. 2007. Personnel Administration And Human Resources Management, A Wiley Trans-Edition. Santa Barbara:  John Wiley And Sons, Inc.
Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE, YKPN.
Gomes, Cardoso Faustino. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CV. Andi Offset

PESTA PERUBAHAN



PESTA PERUBAHAN

Setiap orang memaknai setiap perubahan berbeda-beda, ada yang menganggap bahwa perubahan tersebut merupakan suatu pesta yang harus diterima dan dirayakan dengan suka cita, dan ada pula yang menganggap bahwa perubahan adalah suatu bencana yang ditakuti dan ditolak keberadaannya.
Mungkin ada benarnya bahwa masyarakat tradisional lebih cerdas memaknai perubahan. Bagi mereka, kehidupan sudah ada yang mengatur dan perubahan adalah alat Sang Pencipta untuk membentuk kehidupan yang lebih baik agar manisia makin mengenalnya. Bisa kita contohkan, orang-orang Hindu di Bali ketika terjadi ledakan bom di depan Paddy’s Cafe di Pantai Legian. Mereka tidak membalasnya dengan amukan, kendati hidup mereka tiba-tiba berubah menjadi serba sulit. Orang-orang Bali tetap bersyukur dan menggelar ritual-ritual keagamaan dengan pakaian warna-warni dan musik ritual.
Dengan adanya dua sikap pernyataan diatas, maka pada bab ini akan membahas dua topik baru, yaitu bagaimana merancang agar perubahan dijadikan sesuatu yang menyenangkan dan bagaimana mengatasi dan mengenal pihak-pihak yang enggan datang ke pesta itu karena resisten terhadap perubahan.
MERANCANG SEBUAH PESTA
Disini diibaratkan bahwa perubahan adalah suatu pesta. Anda ditunjuk untuk merancang suatu pesta pernikahan, Anda dituntut untuk memilih jenis pesta seperti apa yang dapat mempengaruhi suasana pesta tersebut. Pilihan pertama adalah sebuah pesta yang akrab, saling menyapa, dan tamu merasa krasan di pesta tersebut. Sedangkan yang kedua adalah pesta resmi, yang datang sekedar untuk menyalami pengantin, makan sebentar lalu pulang.
Mana yang Anda pilih?
Rancangan suatu pesta tentu saja tidak bisa lepas dari tujuan yang hendak dicapai dan siapa audience atau sasarannya. Begitupun merancang sebuah perubahan harus jelas betul kita memisahkannya, apa tujuan dan siapa sasaranya. Kita tidak mungkin membuat pesta ke dalam untuk keluarga besar tetapi dengan suasana untuk kalangan eksternal. Harap diingat bahwa pesta perubahan lebih banyak ditunjukan ke dalam dan pesta itu sendiri memakan waktu yang panjang.
Untuk merancang sebuah pesta dibutuhkan TOPI PeSTA, TOPI PeSTA merupakan singkatan untuk menciptakan suasana pesta yang kita kehendaki, yaitu antara lain sebagai berikut:
1.      Tujuan/ pesan;
2.      Organizer;
3.      Peralatan pesta;
4.      Informasi;
5.      Penghibur;
6.      Suasana;
7.      Tata tertib;
8.      Artistik.
Kedelapan elemen ini sama pentingnya satu sama lain, sebab tanpa salah satunya ia tidak layak disebut pesta.
Tujuan/ Pesan yang Ingin Disampaikan
Tujuan dari pesta ini adalah menciptakan dukungan untuk suatu perubahan. Dukungan itu akan tampak pada kebersamaan, penerimaan, keterbukaan, inisiatif, usulan-usulan, semangat dan antuisme serat daya rekat organisasi.
Organizer
Dalam suatu perencanaan dibutuhkan suatu team khusus yang merancang suasana dan acara. Ia mempersiapkan segalanya, mulai dari diagnosa masalah, suasana yang hendak dihasilkan, dimana saja, siapa saja yang terlibat, apa peralatan yang dibutuhkan, dan mengapa demikian.
Peralatan Pesta
Dibutuhkan adanya peralatan-peralatan pendukung seperti layaknya sebuah pesta: emblem, slogan dan yang lebih penting adalah orang. Orang tersebut haruslah terdiri dari para pemegang otoritas, mulai dari CEO, CFO. Wakil Presiden, General Manager, sampai para Manager dan supervisor. Mereka juga perlu membuat sayembara-sayembara yang dikompetisikan, yang adakalanya bisa melibatkan keluarga karyawan.
Informasi
Dari semua itu ada satu yang penting, yaitu penyebaran informasi. Informasi bersifat memberitahu, memberi semangat, menyortir, dan mendidik. Seorang pemimpin perubahan memimpin dengan informasi. Dengan adanya informasi maka dapat dijadikan suatu acuan langlah-langkah mana yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Informasi yang disampaikan harus bersifat mengajak dan bukan perintah.


Penghibur
Suatu pesta memerlukan suatu penghibur. Dalam suatu pesta penghibur bertujuan agar para tamu yang datang bisa terhibur dan senang dengan pesta tersebut. Begitu pula dengan suatu perubahan, penghibur ini bertujuan untuk memberikan kesan yang kuat terhadap perubahan yang terjadi.
Suasana
Untuk menjamin agar semua orang meras terundang dalam pesta tersebut, kita harus mampu menciptakan suasana yang menyenangkan. Atmosfer ini bisa bersifat fisik ( apa yang dirasakan, didengar, diucapkan, dilihat), tetapi juga kultural (bahasa tubuh, slogan, cerita, dan sebagainya).
Tata Tertib
Untuk menjadikan perubahan sebagai sebuah pesta dibutuhkan tata tertib yang dimengerti disepakati semua pihak.
Artistik
Sebuah pesta harus menarik dan arstistik. Tidak boleh sekedar asal jadi atau menjalankan target. Maka buatlah tema-tema yang mengugah dan artistik.pesta itu sendiri merupakan suatu alat. Yaitu, alat untuk membuat perubahan menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Untuk membuat perubahn itu berhasil, tentu saja pemimpin perubahn tidak semata-mata mengedepankan pesta itu sendiri. Ada tujuh hal pokok yang perlu diperhatikan sebagai “core” dalam pesta perubahn yang akan dibahas berikut ini.
THE SEVEN ESSENTIALS OF ENCOURAGING
Kouzes & Posner (2003) memperkenalkan tujuh kunci utama untuk merangsang perubahan. Ketujuh kunci utama itu disebut sebagi The Seven Essentials of Encouraging, terdiri atas
·         Standar yang jelas
·         Standar yang sempurna
·         Perhatian
·         Personalisasi penghargaan
·         Rayakan keberhasilan bersama-sama
·         Berikan cerita
·         Berikan contoh


Mari kita bahas satu persatu berikut ini:
Tetapkan Standar yang Jelas
Supaya berhasil dalam menggerakan perasaan, sangat mutlak dibutuhkan kesamaan visi tentang standar yang harus dicapai. Standar itu bisa berupa sasaran, nilai-nilai, atau pun prinsip-prinsip.
Dengan mengumumkan standar yang jelas dan dimengerti semua orang, dan dengan mengaitkan prestasi dengan standar itu, para pemimpin menciptaka sebuah patokan untuk berprestrasi. Syaratnya, standar itui harus merangsang, menimbulkan aspirasi, dorongan-dorongan untuk pencapaian, dan merupakan sebuah standar yang menuju kepada sebuah kesempurnaan.
Harapan Kesempurnaan
Sebuah pesta perubahn akan berjalan menyenangkan apabila pemimpin memiliki keyakinan kuat bahwa para pengikutnya mau dan mampu mengerakan seluruh kekuatan. Dengan kata lain, harus ada asumsi bahwa apa pun peranan yang disandang oleh setiap orang, ada kepercayaan bahwa manusia dapat mencapai standar tinggi yang telah ditetapkan.
Berikan Perhatian
Pemimpin yang perhatian akan dikenal sebagai atasan yang bersahabat dan mengenal masalah-masalah para stafnya dengan jelas. Pemimpin memberikan perhatian seperti melakukan kunjungan rutin pada stafnya maka tidak ada lagi rasa takut dan curiga.
Personalisasi Pengakuan
Pengakuan atau penghargaan perlu diberikan untuk “mengingatkan kembali” atau sebuah upaya untuk meneguhkan seseorang. Pimpinan harus mengenali betul personal orang yang akan diberikan penghargaan. Dengan begitu pemimpin dapat memberikan penghargaan secara lebih special dan penuh makna (memorable).
Rayakan Keberhasilan Bersama
Setiap keberhasilan harus dirayakan. Perayaan tidak harus berupa pesta mewah. Di sinilah kita berbagi dengan sekelompok orang-orang yang berjasa dan layak diberi penghargaan.
Berikan Cerita
Perubahan akan semakin indah bila dilengkapi dengan cerita-cerita yang akan menggerakkan tindakan, menyentuh manusia, mengajarkan sesuatu, dan menimbulkan daya ingat yang kuat. Cerita dapt diberikan lewat seminar, pidato pimpinan, media massa, dsb.


Memberikan Contoh
Ketika pimpinan memberikan contoh maka bawahan dan para pengikutnya akan melakukan sesuatu tanpa beban. Karena mereka tahu pemimpinnya dapat ditiru, dan sebuah perlakuan yang adil sedang terjadi.
MENCIPTAKAN ATMOSFER UNTUK PERUBAHAN
Dalam menciptakan perubahan Anda perlu menciptakan atmosfer kondusif yang membuat semua orang bergerak beriringan dan melakukan perubahan dengan senang hati. Sebab, pada dasarnya bukan keengganan terhadap perubahan yang ada di manusia, melainkan ketidaknyamanan “diubah”.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk menciptakan perubahan :
1.      Gunakan Bahasa Tubuh yang Bersahabat
      Bahasa tubuh yang bersahabat akan sangat membantu orang-orang merasa nyaman berada di sekitar Anda. Wibawa Anda akan sangat ditentukan oleh bagaimana Anda menata bahasa tubuh Anda dengan baik.
2.      Gunakan Simbol-simbol Perubahan
      Manusia berkomunikasi dengan symbol-simbol. Manusia dapat memahami simbo-simbol itu dengan baik, dan semakin tinggi tingkat yang dicapai seseorang, akan semakin simbolik komunikasinya. Contohnya seperti Ir. Soekarno menggunakan peci hitam dan seragam putih, tapi dilengkapi dengan bintang-bintang jasa dan tongkat komando untuk menyampaikan bahwa ialah panglima revolusi. Pendekatan budaya ini, kalau dilakukan dengan baik, dapat menciptakan atmosfer perubahan yang efektif.
3.      Gunakan pihak ketiga yang mereka sukai dan hormati
Orang-orang ketiga yang kredibel, punya keahlian khusus, jujur, dikenal luas, dan enak dilihat, dapat digunakan atau dimintakan bantuannya untuk mencairkan suasana. Orang-orang yang selama ini mereka kenal lewat media massa akan menimbulkan kekaguman, asalkan betul-betul ahli dan tidak berbicara bias. Ucapan-ucapan mereka biasanya jauh lebih didengar daripada diucapkan oleh orang dalam. Orang luar yang independen dan kredibel dianggap tak punya conflicting of interest. Suasana yang tercipta harus relaks dan menyenangkan agar semua pihak dapat menerimanya dengan pikiran yang bersih dan bersahabat.
      4. Berikan pelatihan lintas sektoral
Kemampuan untuk berubah akan sangat ditentukan oleh input yang mereka miliki. Pelatihan adalah alat yang bagus untuk mengisi kepala para pengikut, apalagi bila diberikan secara lintas sektoral sehingga mereka paham apa yang terjadi di divisi/unit bisnis lainnya.
      5. Kirim mereka keluar
Pada dasarnya, manusia memang senang diajak jalan-jalan. Dengan melihat hal-hal baru yang terjadi di luar, sikap seseotang bisa menjadi lebih positif. “perkawinan pemikiran” dengan dunia luar diyakini akan membuat cara seseorang melihat persoalan lebih baik. Dengan melihat hal-hal yang terjadi di luar lingkungan mereka sehari-hari, mereka akan berefleksi yaitu bercermin betapa tertinggalnya mereka kalau tidak berubah.
      6. Temukan kehebatan bawahan
Kita membuka kuping lebar-lebar untuk mencari kehebatan-kehebatan atau karya-karya luar biasa yang dilakukan kolega, anak buah atau bawahan-bawahan kita. Tapi cobalah memberikan penghargaan terhadap hal-hal yang kita anggap biasa saja. Pasti mereka akan lebih bersemangat memberikan yang lebih baik lagi.
      7. Ganti bagian-bagian tertentu
Mulailah perubahan dengan mengganti bagian-bagian fisik tertentu dalam perusahaan. Atmosfer baru ini harus diikuti langkah-langkah yang jelas serta visi yang dimengerti oleh semua pihak. Ruangan baru menuntut cara-cara baru dalam bekerja. Jangan malas untuk melakukan inspeksi yang bersahabat sambil menyalami, mendengarkan, berdialog, makan bersama dan mendampingi mereka. Tapi yang lebih penting lagi adalah perubahan harus segera digelindingkan.
      8. Tumbuhkan kepercayaan
Perubahan pasti menimbulkan kecurigaan-kecurigaan. Maka sedari awal bekerjalah dengan kepercayaan. Jangan bangun sikap “angker” dan berjarak. Semakin besar kepercayaan akan semakin besar pula kemungkinan untuk tercipta perubahan.
Kepercayaan harus ditumbuhkan, ia bukan sesuatu yang dapat diperoleh secara cuma-cuma. Semakin sering anda mengunjungi mereka, akan semakin besar rasa percaya di antara mereka. Kepercayaan adalah fungsi dari waktu, yaitu berapa banyak waktu yang anda berikan. Semakin banyak waktu yang anda berikan, anda akan dinilai semakin peduli. Semakin peduli artinya semakin dipercaya.

      9. Berikan “Ownership” perubahan pada mereka
Perubahan memang agenda penting anda, tetapi ia tidak akan pernah berhasil dengan baik bila hanya menjadi milik anda sepenuhnya. Maka berikan atau alihkan kepemilikan (ownership) perubahan itu dari tangan anda, lalu kepada seluruh karyawan. Jangan segan-segan melakukannya berkali-kali. Alihkan kepemilikan lewat berbagai pertemuan rutin dan berikan mereka inisiatif untuk memeloporinya. Sekali lagi ingatlah, bukan keengganan untuk berubah yang ada pada manusia, melainkan keengganan untuk “diubah”.
      10. Tunjukkan bahwa perubahan menguntungkan semua pihak
Pemimpin harus mampu menunjukkan pada semua bawahannya bahwa perubahan itu, kalau berhasil, akan sangat bermanfaat bagi mereka semua. Jangan hanya menggunakan perspektif perusahaan atau alasan, melainkan gunakan perspektif bersama. Jangan menggunakan kalimat perintah satu arah, tetapi selalu berikan “alasan-alasan kebersamaan” sebagai dasar suatu ketentuan.
Dengan prinsip ini maka sebagai timbal balik perusahaan harus rela memberikan “bahan bakar” senyuman kepada karyawan berupa bonus atau penghargaan-penghargaan lainnya bila perubahan mulai membuahkan hasil. Karena perubahan adalah milik bersama maka mereka pun berhak menikmatinya bersama-sama pula.
      11. Lakukan pertemuan rutin
Pertemuan yang dirancang secara rutin, efektif, dan menyenangkan dapat memperlancar arus perubahan. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dapat segera diperoleh informasi, serta diambil keputusan-keputusan yang harus segera ditindaklanjuti. Dengan berorientasi pada informasi dan keputusan, perubahan dapat lebih terkendali. Namun demikian, pertemuan rutin harus dibatasi waktunya, tidak boleh dilakukan secara tanpa batas, atau berlangsung terlalu sering yang dapat menimbulkan kejenuhan-kejenuhan. Manusia pada dasarnya mengalami resistensi pada perubahan.
Mengapa manusia enggan berubah?
Ada banyak alasan mengapa program-program manajemen perubahan tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Salah satunya adalah besarnya keengganan pada manusia untuk mengadopsi sesuatu yang baru.
Kalau manfaatnya lebih besar, mengapa enggan mengadopsinya? Ternyata mereka takut kehilangan kenikmatan-kenikmatan lain yang secara emosional telah menemani mereka bertahun-tahun. Mereka telah dikendalikan oleh habit atau kebiasaan. Siapapun yang telah dikendalikan oleh habit akan kesulitan mengubahnya.
1.      Perubahan Itu Bukan Datang dari Diri Orang Tersebut
Dalam mengarungi kehidupan, manusia cenderung ingin mengendalikan hidupnya. Manusia akan selalu mencari inisiatif dan hal- hal baru. Tetapi, apabila ada gagasan perubahan dari orang lain, biasanya penerima akan menjadi pasif dean merasa tak tertarik.
Pemimpin yang bijak akan mengkoordinasi pengikutnya agar lebih aktif dalam mengajukan gagasan agar lebih bersemangat lagi.
2.      Gangguan terhadap Rutinitas
Hidup kita pada dasarnya menciptakan rutinitas. Rutinitas yang berulang- ulang akhirnya akan menciptakan kebiasaan. Oleh karena itu apabila ada perubahan yang datang tentunya akan mengancam kebiasaan- kebiasaan kita. Oleh karena itu ada dua hal yang sangat diperlukan dalam menghadapi perubahan. Pertama, bagaimana kita dapat membuang kebiasaan- kebiasaan lama dan, kedua kita harus bisabelajar tentang hal- hal baru.
3.      Perubahan Menimbulkan Ketakutan- ketakutan terhadap Sesuatu yang Baru
Biasanya kita lebih mementingkan masalah- masalah yang telah lalu tanpa mempertimbangkan solusi- solusi yang harus dicapai. Padahal untuk menghadapi perubahan yang terjadi, adakalanya kita harus meruntuhkan bangunan yang telah lama dan menggantinya dengan bangunan baru, tetapi kebanyakan orang hanya merenovasi bangunan tersebut agar terlihat lebih baik. Dalam arti sebenarnya, seharusnya kita dapat melihat hal- hal baru dan mencari solusi tanpa melihat masalah yang telah lalu. Melihat masa lalu hanya oleh dilakukan apabila ada alasan- alasan tertentu.
4.      Tujuan Perubahan Tidak Jelas
Dalam melakukan perubahan, harus ada visi yang jelas dari perubahan tersebut. Dan kita juga harus mampu menjelaskan visi tersebut kepada orang lain sehingga orang lain mengerti apa tujuan dari perubahan yang dilakukan.
5.      Perubahan Menimbulkan Rasa Takut Kegagalan
Ada dua tipe manusia. Yang pertama adalah orang- orang yang sangat menhindari perubahan karena takut akan kegagalan. Dan kedua adalah orang- orang yang cenderung berani menghadapi kegagalan. Tipe manusia pertama akan menghambat terjadinya perubahan karena selalu dibayang- bayangi akan kegagalan dalam melakukan perubahan.
6.      Pengorbanan yang Diberikan Terlalu Besar
Pengorbanan bukanlah cerminan dari apa yang terjadi, melainkan cerminan dari apa yang dipikirkan seseorang. Jadi persepsi tentang perubahanlah yang membentuk pandangan seseorang. Manusia terkadang enggan menerima perubahan karena menganggap pengorbanan yang diberikan terlalu besar dan manfaatnya tidak terlalu besar. Manusia selalu menimbang antara pengorbanan dan manfaat yang akan diterima. Oleh karena itu, untuk melakukan perubahan harus ada keyakinan bahwa manfaat yang diterima lebih besar dari pengorbanan yang diberikan.
7.      Sudah Sangat Puas dengan Kondisi Sekarang
Suatu ketika manusia akan mengalami zona kenyamanan (comfort zone) dan memeluk erat-erat selimut kenyamanannya. Kebanyakan kita lebih memilih untuk mati daripada berubah. Selama manusia sudah merasa puas dan nyaman, perubahan akan sulit diwujudkan. Dan orang-orang yang melakukan perubahan akan dihadapkan dengan berbagai halangan.
8. Pikiran-pikiran Negatif
Perubahan tentu saja akan sulit dilakukan selama orang-orang punya pikiran negative. Orang-orang yang berpikiran negative akan selalu mencari argumentasi bahwa perubahan yang dilakukan salah dan menyimpang. Tetapi hokum alam megatakan, mereka yang tidak mau berubah akan menuai kesulitannya sendiri.
9. Para Pengikut Tak Punya Respek pada Pimpinan
Orang-orang Asia umumnya melihat pemimpin bukan sekadar dari isinya, melainkan juga “cara”nya. Pengikut bisa sangat tidak respek pada atasannya karena beberapa hal. Biasanya pimpinan yang bekerja tanpa integritas akan gagal melakukan perubahan. Karena tanpa integritas, seorang pemimpin tak akan dituruti.
10. Kecemasan Seorang Atasan
Banyak kegagalan organisasi yang disebabkan oleh persoalan di lini atas, yaitu atasan-atasan yang tidak kompak, saling menyalahkan, dan cemas terhadap perubahan yang telah mereka canangkan sendiri.
11. Perubahan Bisa Berarti Kehilangan Sesuatu
Dalam setiap perubahan, orang selalu menimbang-nimbang apa yang akan terjadi pada hidup pribadinya. Setidaknya ada tiga kelompok yang berbeda dalam menerima akibatnya. (1) mereka yang dirugikan; (2) mereka tidak banyak terpengaruh; (3) mereka yang akan banyak diuntungkan. Maka sekecil apapun, cobalah menghindari perlakuan-perlakuan kurang adil dalam perubahan.
12. Perubahan Menuntut Tambahan Komitmen
Dalam banyak hal, perubahan menuntut komitmen waktu. Banyak orang memimpikan perubahan, tetapi begitu mereka tenggelam pada rutinitas dan merasa tak punya waktu lebih banyak lagi maka mereka memilih untuk tidak melakukannya.
13. Berpikir Sempit
Orang-orang yang berpikiran sempit tak bisa melihat kebenaran. Mereka hanya memercayai jalan pikirannya sendiri. Orang-orang yang berpikiran sempit akan selalu menciptakan halangan-halangan untuk perubahan dengan alas an untuk kebaikan menurut versi mereka sendiri. Ada dua tipe yang berwawasan sempit yaitu : mereka yang berwawasan sempit namun jujur dan tidak jahat, dan mereka yang berwawasan namun tidak jujur, berprasangka negative dan tidak menyenangkan.
14. Terperangkap Tradisi
Tradisi sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan manusia agar hidup lebih bahagia, aman, damai, dan sentosa. Tetapi waktu berjalan terus dan persoalan-persoalan hidup yang dialami manusia mengalami perubahan. Orang-orang yang terikat tradisi tersebut biasanya enggan meneruskan kerja. Mereka akan memberikan seribu satu alasan, mulai dari alas an yang masuk akal sampai alasan-alasan gaib yang menakutkan. Manusia yang terikat tradisi bisa sangat sulit untuk berubah, dan tentu saja mereka akan menuai kesulitannya sendiri.

PENUTUP
Seorang pemimpin harus dapat membuat agar perubahan benar-benar menjadi sebuah pesta ketimbang sesuatu yang menakutkan. Oleh karena itu, tentu saja pemimpin harus mengerti betul mengapa manusia pada dasarnya enggan berubah. Pemimpin perlu menetapkan sasaran dan standar yang jelas, mengharapkan standar yang sempurna dan inspiratif, memberikan perhatian, mempersonalisasi pengakuan secara customized , memberikan contoh-contoh dan cerita, serta merayakan keberhasilan bersama-sama. Lebih dari itu semua, diperlukan upaya-upaya untuk menciptakan suasana yang sejuk dan bersemangat untuk menciptakan perubahan.