Kamis, 21 Juli 2016

ANALISIS ETIKA BISNIS DI PERUSAHAAN GO-JEK



TUGAS MATA KULIAH ETIKA BISNIS
ANALISIS ETIKA BISNIS DI PERUSAHAAN GO-JEK

 











Disusun Oleh :
1.     Dimas Hamdi M.          (13080574008)
2.     Febrianti Dwiyan P.     (13080574022)
3.     Septiana Silvi D.           (13080574036)
4.     Fakhri Rifqi D.             (13080574106)
5.     Rachmawati Tus S.      (13080574109)
6.     Prita Ayu F.N.A            (13080574121)
7.     Abdul Malik                 (13080574159)


JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016

PERUSAHAAN GO-JEK
            GO-JEK merupakan sebuah perusahaan transportasi asal Indonesia yang melayani angkutan melalui jasa ojek. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 di Jakarta oleh Nadiem Makarim. Layanan GO-JEK tersedia di wilayah Jabodetabek, Bali, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Palembang, Semarang, Yogyakarta, dan Balikpapan. Hingga bulan Januari 2016, aplikasi GO-JEK sudah diunduh sebanyak hampir 10 juta kali di Google Play pada sistem operasi Android. Saat ini juga ada untuk iOS, di App Store.

Fenomena GO-JEK
            Mengusung nama Go-Jek (diambil dari kata ojek) sebagai brand membuatnya semakin mudah dikenal masyarakat Indonesia, karena tentu masyarakat sudah mengenal ojek tradisional yang keberadaannya mulai marak sejak masa krisis moneter tahun 1998.            Fenomena kesuksesan Go-Jek sebagai brand juga kini bisa dibilang semakin melambung tinggi, terbukti tak henti-hentinya beberapa media online ternama terus memberitakan soal Go-Jek, mulai dari segi positif hingga negatifnya.
            Akhir-akhir ini mungkin anda sudah mendengar berita terkait sopir ojek tradisional yang menolak keberadaan Go-Jek di wilayah kerjanya, seperti yang terjadi disekitar wilayah Kelapa Gading dan Universitas Indonesia.
            Keberadaan driver Go-Jek dinilai oleh para sopir ojek berpotensi merebut penumpangnya sehingga berakibat berkurangnya pendapatan harian mereka. Begitulah berita negatif mengenai Go-Jek saat ini. Gesekan seperti ini lumrah terjadi di lingkungan sosial ibu kota, karena urusan perut bisa dibilang masalah yang sangat mendasar dan sulit dihindari.             Tinggal bagaimana manajemen Go-Jek bisa menciptakan solusinya guna mengurangi potensi gesekan agar perselisihan antar sesama sopir ojek bisa dihindari. Cerita lain juga datang dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama alias Ahok. Seperti dikutip dari beberapa media online, bahwa Ahok berkeinginan mengintegrasikan Go-Jek dengan Bus Transjakarta dalam konsep Smart City.
            Ia pun lantas menawarkan kerjasama kepada pihak Go-Jek dengan tujuan agar pengguna Busway dan Go-Jek dapat lebih mudah merencanakan perjalanan.Heboh fenomena Go-Jek ini lantas mengundang sikap keinginan tahuandan pertanyaan, sebenarnya siapa orang dibalik kesuksesan Go-Jek ini?Nadiem, sapaan akrab Nadiem Makarim adalah pendiri Go-Jek, ialah orang yang pertama kali memiliki ide jenius untuk membuat sistem berbasis online untuk menghubungkan sopir ojek dengan penumpang lewat teknologi internet smartphone, yaitu Aplikasi Go-Jek. Ia merupakan pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Go-Jek.

ETIKA BURUK YANG DILAKUKAN GO-JEK :

1.      Go-Jek Tidak Sesuai Dengan Peraturan. Ilegalkah ?

            Maraknya pengguna Gojek dan juga kepopuleran Go-Jek saat ini rupanya memicu kontroversi. Salah satunya yaitu adanya anggapan Go-Jek dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang dan harus dihentikan.Lalu, benarkah demikian? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu kita pahami terlebih dahulu mengenai ojek itu sendiri dan juga mengenai angkutan umum.

·         Definisi Kendaraan Umum

            Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan membagi kendaraan menjadi kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.Kemudian pada Pasal 47 ayat (2), kendaraan bermotor dibagi lagi menjadi sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus. Kendaraan bermotor ada yang perseorangan dan ada juga kendaraan bermotor umum. Berdasarkan Pasal 1 poin ke-10 UU 22 Th. 2009, kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
            Ojek sendiri merupakan jasa transportasi menggunakan sepeda motor dan dengan dipungut bayaran. Dengan membandingkan dua hal di atas maka seharusnya dapatlah kita simpulkan bahwa Ojek merupakan kendaraan bermotor umum.Akan tetapi, permasalahan utamanya justru terletak pada kendaraan itu sendiri, yaitu sepeda motor. Sepeda motor dinilai tidak sesuai dengan angkutan perkotaan di jalan-jalan utama. Bahkan ojek tidak termasuk dalam angkutan umum yang terdapat dalam UU No 22 Tahun 2009 (menurut Djoko Setijowarno, Pengamat Transportasi Universitas Atma Jaya).
            Pendapat dari Djoko Soetijowarno tidaklah salah, namun juga tidak benar seluruhnya. UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang tidak menyebutkan dengan jelas bahwa sepeda motor termasuk kendaraan bermotor umum, tetapi dalam UU tersebut juga tidak terdapat larangan mengenai penggunaan sepeda motor sebagai kendaraan bermotor umum.
            Contohnya yaitu Pasal 137 ayat (2), “Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.”Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan juga tidak disebutkan dengan jelas mengenai penggunaan sepeda motor sebagai kendaraan umum untuk mengangkut orang.Pasal 10 ayat (4) PP No. 74 Tahun 2014 hanya menjelaskan teknis sepeda motor sebagai angkutan barang. Jadi, belum ada peraturan yang mengatur secara jelas mengenai keberadaan Ojek, khususnya Gojek yang dianggap melanggar peraturan angkutan orang.

·         Ojek Belum Ada Regulasi

            Ojek, telah ada di masyarakat Indonesia sejak lama dan pada hakekatnya merupakan sebuah usaha perorangan dari tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Keberadaan Go-Jek sendiri ialah memberikan fasilitas berupa aplikasi Go-Jek, jaket dan helm yang memudahkan tukang ojek dalam melangsungkan usahanya.Dalam situsnya, www.go-jek.com, mereka sendiri menyatakan bahwa “Go-Jek adalah perusahaan berjiwa sosial yang memimpin revolusi industri transportasi Ojek”. Gojek bermitra dengan para pengendara ojek yang telah berpengalaman untuk menjalankan usahanya.
            Oleh karena itu, jika kita cermati, keberadaan Ojek dan perusahaan Go-Jek sesungguhnya merupakan 2 hal yang berbeda.Driver Go-Jek tidak menerima perintah kerja dari perusahaan Go-Jek, tetapi dari pelanggan ojek dan dikerjakan secara pribadi seperti halnya tukang ojek pada umumnya.
            Hubungan kerja yang ada antara perusahaan Go-Jek dan Driver Go-Jek bukanlah hubungan buruh dan majikannya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1601 dan Pasal 1602 KUHPerdata.Saat ini perusahaan Go-Jek juga telah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan(SIUP) sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan menteri perdagangan. Sehingga, Go-Jek pun juga turut membayar pajak pada pemerintah sejak awal tahun ini.            Kekhawatiran mungkin timbul karena begitu banyaknya Driver Go-Jek dan mereka menggunakan kendaraannya sendiri (tidak disediakan oleh Go-Jek). Dengan demikian perusahaan Go-Jek sebenernya tidak menyelenggarakan jasa transportasi.
            Pasal 201 ayat (2) UU No 22 Tahun 2009menyebutkan,Kendaraan Bermotor Umum harus dilengkapi dengan alat pemberi informasiuntuk memudahkan pendeteksian kejadian kejahatan di Kendaraan Bermotor.”Driver Go-Jek dibekali dengan smartphone, dan dalam aplikasi Go-Jek itu sendiri terdapat GPS yang melacak keberadaan Driver, sehingga ketentuan Pasal 201 ayat (2) telah terpenuhi.Di samping itu, proses seleksi dan penerimaan Driver Go-Jek juga telah meliputi wawancara, pemeriksaan fisik motor, serta adanya pelatihan bagi Driver itu sendiri.

·         Mungkinkah Ojek Di Regulasi

            Keberadaan Go-Jek telah menolong menyejahterakan tukang-tukang ojek yang berpenghasilan tidak tetap dan juga memberikan kemudahan serta tarif angkutan yang terjangkau bagi para pelanggan.Bahkan apabila ojek ternyata di regulasi oleh pemerintah, harga yang akan dibayarkan oleh konsumen akan menjadi lebih tinggi.
            Karena motor perlu di sertifikasi, pengendara perlu di uji, perlu pemeriksaan rutin berkala (rem, mesin motor, ban) serta aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan sepeda motor). Sekalipun Go-Jek belum memiliki pengaturan yang jelas, perusahaan ini tetap diijinkan berjalan, karena dampak positif yang ditimbulkannya sangat besar.
            Seperti buah simalakama, penghasilan supir taksi, mikrolet, bis dll, justru malah turun karena keberadaan ojek. Salah satu supir taksi mengaku, bahwa akibat keberadaan Gojek, penghasilannya berkurang 20%. Jadi apabila setiap bulan biasa membawa Rp3 Juta, sekarang hanya Rp2,4 Juta.
·         Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2.      7.000 Driver GoJek Dipecat Karena Kasus Order Fiktif

            Bisnis.com, JAKARTA--Go-Jek, perusahaan aplikasi yang mengusung konsep ojek online mengatakan telah memberhentikan lebih dari 7.000 pengemudi (driver) dalam beberapa waktu terakhir.CEO Go-Jek Nadiem Makarim menuturkan ‎pemecatan langsung tersebut terjadi lantaran terjadinya order fiktif yang dilakukan oleh driver-driver tak bertanggung jawab. "Setelah melakukan penelurusan, kami menemukan lebih dari 7.000 Driver se-Nusantara terlibat dalam kasus order fiktif.
            Mereka ini tidak mengambil penumpang, tetapi menerima pendatapan jutaan rupiah setiap bulan," kicau Nadiem seperti dikutip dalam akun twitter resmi Go-Jek (@gojekindonesia), Selasa (1/12/2015). Dia menuturkan keputusan tersebut diambil setelah pihak manajemen berkonsultasi dan mendengar aspirasi dari driver. Bukan itu saja, lulusan Harvard tersebut juga telah memberikan peringatan berkali-kali bahwa semua pihak yang curang akan ditindak."Kami sudah amati gerak-gerik driver dalam waktu lama. Kami pastikan semua driver yang terkena suspend memang melakukan order fiktif," paparnya. Nadiem mengaku proses pemecatan driver pelaku order fiktif memang berat bagi manajemen. "Meski begitu, hal tegas harus dilakukan demi menjaga dan meningkatkan kesejahteraan para diver," pungkasnya.

3.      Kementerian Keuangan Incar Pajak Go-Jek

            Liputan6.com, Jakarta - Layanan transportasi motor (ojek) dan taksi online yang makin marak memicu perdebatan di kalangan sejumlah pihak. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak melarang keberadaan layanan tersebut asal menyetor pajak dengan benar.Direktur Jenderal/Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dari layanan Go-Jek, Uber Taxi, Grabtaxi maupun Grab Bike cukup besar.
            Bayangkan saja ada sekira 2.000 orang lebih pengemudi ojek yang tergabung dalam Gojek dan tersebar di Jabodetabek. Belum lagi komunitas Grab Bike dan layanan sejenisnya.Jika ribuan orang ini dipungut PPh dari hasil pemotongan gajinya, maka negara akan mendapat tambahan penerimaan pajak. Namun dia mengaku belum menghitung penerimaan yang bisa dikantongi negara dari layanan transportasi berbasis online ini.
            "Potensi pajak Go-Jek dan sejenisnya belum tahu berapa, tapi mungkin lumayan besar ya karena sudah mendunia. Semua orang yang memperoleh penghasilan termasuk pengojeknya harus setor pajak, entah melalui perhitungan perusahaan dan lainnya," kata Sigit saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (28/6/2015).
            Dalam hal ini, sambungnya, pemerintah pusat bekerjasama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk melihat payment gateway atau sebuah aplikasi e-commerce yang menyediakan jasa."Semua yang menambah penghasilan harus kena PPh, misalnya seperti Traveloka dan Agoda, berapa hotel bayar mereka. Fee tersebut yang harus dikejar pajaknya, dan ini yang masih sulit," papar dia.Sekadar informasi, Deni Herdani, salah seorang pengendara ojek di Go-Jek Indonesia mengklaim pendapatannya sebagai tukang ojek cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluaganya.
            Bahkan, dia mengaku pekerjaannya itu memberikan penghasilan yang lebih tinggi daripada upah minimum regional (UMR) Jakarta."Setiap harinya kalau mau rajin bisa dapat lebih dari Rp 200 ribuan. Setiap bulan biasanya saya bisa kasih ke istri untuk kebutuhan rumah tangga sebesar Rp 4 juta, itu sudah bersih ya kebutuhan harian saya di luar uang itu,  lebih besar dari UMR Jakarta," tutur Deni kepada tim Tekno Liputan6.com.
ETIKA BAIK YANG DILAKUKAN GO-JEK
1)      Pendapatan GOJEK
Pendapatan driver pembagiannya 20/80. Kalau ada orderan misalnya harganya 100 ribu, 20 buat kantor, 80 buat kita. Jadi driver tetap dapet lebih banyak. Untuk bisa meningkatkan giat driver untuk bisa mengambil pelanggan, perusahaan Gojek memberikan perlakukan yang sangat khusus bagi drivernya. Salah satunya adalah memberikan reward bagi mereka yang sering membawa penggan.
2)      Peraturan bagi Gojek
Perusahaan Go-JEK terus memperbaiki sistem untuk memperketat pengawasan bagi drivernya. Jika tidak mentaati peraturan tersebut, maka perusahaan GO-JEK tidak segan-segan untuk memecat driver karena tak sesuai aturan.
3)      Manfaat bergabng dengan Go-Jek
Perusahaan GO-JEK berbasis telepon seluler ini, akan memberikan peluang yang besar bagi driver Gojek, untuk mendapatkan pelanggan di lokasi mana saja tanpa terikat pangkalan. Terlihat disitus resminya, Perusahan GO-JEK menyatakan bahwa seluruh calon driver GoJek akan mendapat pelatihan menyeluruh mulai penggunaan telepon seluler hingga keamanan mengemudi jaket & helm hijau ini semakin banyak mewarnai jalanan di Jakarta. Bahkan tidak tanggung-tanggung para Driver Gojek ini ada yang mengendarai motor sport dan harley. Dengan begitu semakin membuat pengguna layanan transportasi ingin merasakan naik Gojek (*dibonceng dengan moge “motor gede”).
4)      Mendapatkan Asuransi Gratis
Para driver di GoJek online akan mendapatkan asuransi gratis seperti pegawai kantoran dari perusahaan GoJek. Karena asuransi yang diberikan gratis, maka para driver GoJek tidak perlu membayar premi asuransi sendiri sebab telah ditanggung oleh perusahaan. Tentu saja, ini merupakan daya tarik tersendiri menjadi driver GoJek karena tanpa membayar premi asuransi, para driver GoJek bisa merasakan keuntungannya. Jadi, jika driver GoJek mengalami kecelakaan, biaya pengobatan dan lain-lain akan ditanggung oleh perusahan GoJek.
5)      Mendapatkan Bonus
Hal menarik selanjutnya dari GoJek ialah perusahaan GoJek yang memberikan bonus kepada driver yang rajin mencari pelanggan. Setiap menjalankan 5 kali order termasuk order untuk mengantarkan barang, seorang driver GoJek akan mendapatkan bonus sebesar Rp50.000. Bonus ini berlaku kelipatannya, jadi jika seorang driver GoJek melaksanakan 10 order, maka bonus yang akan didapatkan yaitu Rp100.000. Hal yang paling utama untuk para driver GoJek yang ingin mendapatkan bonus ialah rajinlah mengecek panggilan para pelanggan agar order yang didapatkan pun makin banyak. Tentu saja, bonus yang diberikan perusahaan GoJek ini sangat menarik perhatian orang untuk beralih pekerjaan menjadi driver GoJek.












Sumber :



2 komentar: