TUGAS MATA KULIAH
ETIKA BISNIS
“TEORI ETIKA PASAR BEBAS”
KELOMPOK 3:
1. Dimas Hamdi M. (13080574008)
2. Febrianti Dwiyan P. (13080574022)
3. Septiana Silvi D. (13080574036)
4. Fakhri Rifqi D. (13080574106)
5. Rachmawati Tus S. (13080574109)
6. Prita Ayu F.N.A (13080574121)
7. Abdul Malik (13080574159)
PENGERTIAN
Pasar
bebas adalah pasar ideal, dimana adanya perlakuan dan aturan yang sama dan fair
bagi semua pelaku bisnis, transparan, konsekuen & objektif, serta memberi peluang yang optimal bagi
persaingan bebas yang sehat dalam pemerataan ekonomi. Pasar bebas diadvokasikan
oleh pengusul ekonomi liberalisme. Menurut J.Gremillion, salah satu ukuran kemajuan suatu
bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat
kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi.
Negara-negara
yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, harus memahami bahwa pada era sekarang
ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal
sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpendensi global yang terus
memintai dunia. Bagaimanapun
rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi
dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi
penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan. Artinya, dari penguasaan teknologi
ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil
produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan
kekuatan negara. Karena,
senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru
pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar bebas
yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera
dan peredaran barang tak lagi bertuan. Ini jelas menimbulkan
paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada
pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera dan tidak
bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpendensi global yang terus
memintai dunia. Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang
berperan mem-back up setiap
penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.
Kemiskinan,
kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang menimpa
negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara
bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula. Kesejahteraan
dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai
kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang
dianut umum. Maksudnya,
perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung jawab atas
nasib masyarakat dunia.
Tentunya
ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak pernah
maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam menghadapi
tuntutan pasar bebas tersebut. Pasar
bebas sendiri
tentu berdasar
azas
utamanya yaitu
persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk mengontrol harga dari
produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya diserahkan kepada konsumen
untuk membeli produk yang diinginkannya. Tentunya, setiap konsumen
kecenderungannya memilih suatu produk/barang dengan kualitas yang baik dan
harga yang murah. Bisa dipastikan sebagian dari produk-produk nasional ini akan
kalah bersaing dengan alasan kualitas dan nilai jual tersebut.
PERAN PEMERINTAH DALAM PASAR BEBAS
Berikut peran dari
pemerintah dalam kaitannya dengan pengelolaan pasar bebas, antara lain:
1. Efektif,
karena jika
terjadi pelanggaran atas hak dan kepentingan pihak tertentu, pemerintah akan
bertindak efektif dan konsekuen untuk membela pihak yg dilanggar &
menegakkan keadilan.
2.
Minimal,
karena saat kondisi
pasar berfungsi dengan baik dan adil
maka pemerintah tidak terlalu banyak ikut campur. Maka
siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa
saja yang dirugikan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah
terlepas dari status sosial
dan ekonominya.
TEORI – TEORI PASAR BEBAS YANG BERHUBUNGAN DENGAN ETIKA BISNIS
1. Teori Adam Smith
Teori ini mengedepankan konsep “tangan tak
tampak” (invisible hand) yang tidak lain ialah pengaturan melalui mekanisme bebas
permintaan dan penawaran atau mekanisme pasar bebas berdasar free private enterprise, atau yang oleh
Paul Samuelson, pemenang Nobel bidang Ekonomi (1970) disebut “competitive private-property capitalism”. Para ekonom meyakini keabsahan
teori Adam Smith ini.
Di Indonesia, topik pasar bebas dan
persaingan bebas sebagai bentuk pasar ideal terpampang resmi dalam silabus
Pengantar Ilmu Ekonomi sebagai academic
blue-print dari konsorsium ilmu ekonomi. Topik ini merupakan bagian dari
kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa di Indonesia yang menganut
sistem Demokrasi Ekonomi.
2. Teori Imajiner
Teori ini berdasar pada teori pasar dengan
persaingan sempurna yang
dikembangkan secara fantastis. Distorsi pasar, baik teknis, kelembagaan, maupun
sosio-kultural diasumsikan tidak ada; yang dikatakan sebagai alasannya ialah for the sake of simplicity. Pengembangan
teori berjalan berdasar validitas teoritikal, yakni asumsi di atas asumsi dan
aksioma di atas aksioma. Padahal, paradigma seperti yang dikemukakan ekonom
Inggris, Joan Robinson (1903-1983), telah mengelabui kita dalam pengembangan
teori ekonomi. Teori yang ada dapat saja berkembang konvergen, tetapi juga bisa
semakin divergen terhadap realita. Para pengabdi ilmu—yang belum tentu pengabdi
masyarakat—dapat saja terjebak ke dalam divergensi ini. Banyak ekonom dan para
analis menjadi simplistis mempertahankan ilmu ekonomi budaya barat ini dengan
mengatakan bahwa kapitalisme telah terbukti menang, sedangkan sosialisme telah
kalah telak. Pandangan yang penuh mediokriti ini mengabaikan proses dan hakikat
perubahan yang terjadi, mencampuradukkan antara validitas teori, visibility
sistem ekonomi, kepentingan dan ideologi (cita-cita), serta pragmatisme
berpikir.
Adam
Smith kelewat yakin akan kekuatan persaingan. Teori ekonominya (teori pasar
berdasar hipotesis pasar bebas dan persaingan sempurna), mengemukakan untuk terus bermimpi
tentang kehadiran pasar sempurna. Lalu lahirlah berbagai kebijakan ekonomi baik
nasional maupun global berdasarkan pada teori pasar bebas dan persaingan
sempurna. Teori imajiner dari Adam Smith ini hingga kini dianut sebagai pedoman
moral demi menjamin kepentingan tersembunyi partikelir.
KEUNTUNGAN MORAL
ADANYA PASAR BEBAS
Adanya Pasar Bebas menimbulkan
beberapa keuntungan moral yang didapat para pelaku ekonomi, diantaranya:
1. Sistem ekonomi pasar bebas menjamin
keadilan melalui jaminan perlakuan yang sama dan adil bagi semua pelaku ekonomi.
2. Ada aturan yang jelas dan adil, dan karena itu etis. Aturan ini
diberlakukan juga secara adil, transparan, konsekuen, dan objektif. Maka,
semua pihak secara objektif tunduk dan dapat merujuknya secara terbuka.
3. Pasar memberi peluang yang optimal, kendati belum
sempurna,namun
persaingan bersifat bebas yang sehat dan adil.
4. Dari segi pemerataan ekonomi, pada
tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi.
5.
Pasar
juga memberi peluang yang optimal bagi terwujudnya kebebasan manusia dalam sistem ekonomi yang
berlaku pada pasar yang bebas,
dan juga
menjamin keadilan dengan jaminan perlakuan yang sama bagi bagi seluruh pelaku
ekonomi.
Pasar
bebas memberi
peluang yang optimal serta persaingan bebas yang sehat dan wajar. Pasar yang bebas akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi, asalkan mempunyai produk yang
bagus dengan pelayanan dan harga yang bersaing, ia juga bisa ikut dalam
pertempuran di gelanggang pasar yang bebas. Pasar bebas dapat memberikan peluang
optimal untuk mewujudkan kebebasan manusia. Hal ini juga menyebabkan begitu
banyak orang mendorong terwujudnya pada pasar seperti ini.
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PASAR
PERDAGANGAN BEBAS
Dalam
perdagangan internasional atau perdagangan bebas, suatu kebijakan dari pihak
pemerintah perlu diberlakukan untuk tercapainya suatu pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas yang selalu berarah positif, disini ada beberapa kebijakan dari
pemerintah dalam perdagangan internasional
atau perdagangan bebas,
antara lain:
1. Bea
Cukai
2. Pajak
3. Tarif
4. Quota
5. Penunjukan
Importir
6. Subtitusi
Impor
A.
KEBIJAKAN
DI BIDANG IMPOR
1. Kebijakan
mengenai tarif bea masuk komoditi: Keputusan Menteri Keuangan No. 60/KMK.01/200
s/d No. 100/KMK.01/2002. Bea masuk untuk garment ditetapkan antara 15% s/d 20%.
2. Kebijakan
mengenai barang yang diatur tata-niaganya:
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
642/MPP/Kep/9/2002.
3. Kebijakan
di bidang impor dan ekspor juga masih diarahkan untuk melindungi industri
garment tersebut, antara lain dengan mengenakan bea masuk yang cukup tinggi terhadap
produk impor (antara 15% – 20%), melarang impor garment baru maupun bekas dan
memberi kemudahan ekspor bagi produsen yang berniat mengekspor produknya.
Mengingat produk garment adalah produk yang dikenakan kuota oleh beberapa
negara importir maka pemerintah, melalui serangkaian kebijakan, berusaha
mengatur agar kuota ekspor tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.
B. KEBIJAKAN
DI BIDANG EKSPOR
Kebijakan mengenai ketentuan umum di
bidang ekspor yakni diatur
dalam
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 575/MPP/Kep/VIII/2002.
Tekstil dan Produk Tekstil (Ex HS 4202, 5001s/d 6310, Ex 6405), khusus untuk
ekspor tujuan negara kuota (Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Norwegia dan
Turki) termasuk ke dalam barang yang diatur ekspornya.
Beberapa kebijakan
dalam mengatur laju ekspor
yaitu dengan cara :
1. Diversifikasi
a. Memperluas
Pangsa pasar
b. Perbaikan
Mutu
c. Menambah
jenis barang
2. Devaluasi
yaitu kebijakan dalam hal menurunkan nilai mata uang
3. Subsidi
+ Premi Expor
4. Kestabilan
harga harga didalam negeri
C. KEBIJAKAN
KUOTA
Dalam
perdagangan internasional, penerapan kuota TPT oleh beberapa negara tertentu
dianggap membantu memperluas perdagangan global. Hal ini karena negara
eksportir secara lama kelamaan akan kehabisan kuota, yang akan mendorong para buyer untuk mencari negara baru yang
belum memperoleh hambatan kuota. Dengan semakin meningkatnya ekspor, negara
produsen baru tersebut lambat laun akan dikenai kuota juga. Hal ini akan
mendorong para buyer untuk mencari negara baru lagi yang masih belum terkena
kuota. Bagi pengusaha garment, adanya
kebijakan kuota cenderung merugikan karena mereka harus mendapatkan jatah kuota
untuk dapat mengekspor ke negara-negara kuota meskipun mereka telah memperoleh
order dari buyer. Hal itu menimbulkan
potensi kerugian bagi pengusaha karena sebenarnya mereka mampu memenuhi order
tersebut. Potensi kerugian juga dapat timbul karena buyer mengalihkan order ke negara lain karena takut bahwa kuota
untuk komoditi yang dipesannya telah terlampaui.
Kebijakan mengenai kuota yakni diatur dalam Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 311/Mpp/Kep/10/2001 tentang Ketentuan
Kuota Ekspor Tekstil Dan Produk Tekstil. Seperti diketahui, beberapa negara
importir menerapkan sistem kuota untuk impor tekstil dan produk tekstil mereka.
Untuk itu Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai kuota dan manajemen kuota
yang transparan agar pemanfaatan kuota lebih optimal, memberi kemudahan serta
lebih memberi kepastian bagi dunia usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar