Jumat, 12 Februari 2016

PENAWARAN UANG



BAB II
PEMBAHASAN

A.      KONSEP DASAR PENAWARAN UANG
            Penawaran uang tidak lepas dari pengertian Uang dalam Peredaran dan uang beredar. Uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah mata uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral, baik itu uang logam maupunuang kertas. Sedangkan Uang Beredar adalah semua jenis uang yang tersedia dan terdapat dalam perekonomian termasuk di dalamnya jumlah mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral yang ada di bank-bank umum.
            Konsep penawaran uang besar kecilnya dipengaruhi oleh penguasa moneter atau dengan kata lain penawaran uang tidak dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Meskipun demikian masyarakat dapat juga mempengaruhi tingkat penawaran uang melalui perilakunya dalam menentukan jenis atau bentuk kekayaan yang diinginkan. Bank sentral sebagai lembaga pemegang otoritas moneter memilikiwewenang untuk menciptakan uang sebagai alat pembayaran yang sah. Dengankata lain konsep penawaran uang lebih ditekankan pada usaha bank sentral untuk menjamin kelancaran sirkulasi jumlah uang beredar di masyarakat agar lebih efisien
            Yang dimaksud dengan penawaran uang disini adalah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Perubahan Persediaan uang secara garis besar dipengaruhi oleh uang inti dan pelipat uang. Besarnya uang inti sangat tergantung pada tindakan-tindakan yang ditentukan oleh pemerintah khususnya bank sentral. Pelipat uang, di lain pihak, disamping dipengaruhi oleh perilaku bank sentral juga ditentukan oleh perilaku agen-agen ekonomi lainnya seperti bank umum dan masyarakat domestik. Data persediaan uang dicatat dan diterbitkan, biasanya oleh pemerintah atau bank sentral negara. Publik dan analis sektor swasta telah lama dipantau perubahan penawaran uang karena efek yang mungkin pada tingkat harga , inflasi dan siklus bisnis .
Bahwa hubungan antara uang dan harga secara historis terkait dengan teori kuantitas uang. Ada kuat empiris bukti hubungan langsung antara harga jangka panjang inflasi dan-pasokan pertumbuhan uang, setidaknya untuk peningkatan pesat dalam jumlah uang dalam perekonomian. Artinya, negara seperti Zimbabwe yang melihat peningkatan pesat dalam jumlah uang beredar perusahaan juga melihat kenaikan cepat harga ( hiperinflasi ). Ini adalah salah satu alasan ketergantungan pada kebijakan moneter sebagai alat mengendalikan inflasi.
Sangat perlu dipahami bahwa konsep uang sangat terkait pada konsep likuiditas. Suatu asset likuid adalah asset yang dengan mudah dapat diuangkan dengantanpa kehilangan risiko rugi. Pada satu sisi ekstrim dari spectrum likuiditas, uang tunai adalah asset yang paling likuid dengan daya beli penuh. Pada tingkat spektrum likuiditas moderat kita mengenal uang kuasi yang secara definitive tidak secara langsung berfungsi sebagai medium of exchange. Pada sisi ekstrim lainnya kita mengenal asset-aset fisik yang sangat tidak likuid sebagai alat pertukaran seperti rumah, tanah, obligasi jangka panjang dan sebagainya.


B.     MACAM-MACAM UANG
1.      Uang Kartal (Currency )
Merupakan uang yang dijadikan sebagai alat transaksi sah dan wajib diterimaseluruh masyarakat pada perekonomian. Uang kartal umumnya berbentuk uang kertas danuang logam yang di Indonesia dibuat oleh Bank Indonesia selaku bank sentral yang diberi haktunggal mencetak uang (hak oktroi). Sebelum tahun 1968, pemerintah (otoritas fiskal)mengeluarkan uang kertas dan uang logam pemerintah yang terdiri dari pecahan-pecahan kecil. Uang dilindungi oleh Undang-Undang di mana pelaku pemalsuan uang diancam oleh hukumandenda dan kurungan penjara. Contoh uang kartal seperti uang logam Rp. 100,- uang kertas Rp.1.000,- dan lain sebagainya.
2.      Uang Giral
Merupakan simpanan pada bank-bank pencipta uang giral (BPUG) dan BI yang setiapdapat ditarik (bahkan seluruh saldonya) untuk ditukarkan denagn uang kartalsebesar jumlah nominalnya dan tidak dikenakan penalty. Uang giral dapat dibilang mudah, aman dan praktiskarena dalam melakukan transaksi di mana seseorang tidak perlu menghitung dan membawabanyak uang kontan, jika hilang atau jatuh ke tangan orang jahat dapat segera diblokir danmudah dalam penggunaannya. Termasuk dalam uang giral adalah:
·                Saldo giro rupiah penduduk
·                Pengiriman uang (transfer)
·                Deposito berjangka yang sudah jatuh tempo
·                Simpanan lainnya yang sudah jatuh tempo
3.      Uang Kuasi
            Merupakan surat atau sertifikat berharga yang dapat dijadikan sebagai alatpembayaran yang sah. Fungsi yang tidak sepenuhnya adalah fungsi alat tukar menukar.Termasuk uang kuasi:
·           Deposito berjangka rupiah, termasuk sertifikat deposito
·           Tabungan-tabungan
·           Rekening giro dalam valuta asing
·           Deposito berjangka dalam valuta asing
·           Tabungan dalam valuta asing

4.      Uang Primer atau Uang Inti (Primary money, base money , high powered money)
             Merupakan seluruh kewajiban moneter dari otoritas moneter terhadap BPUG dan sektorswasta domestik. Komponen uang primer adalah:
·         Uang kartal pada sektor swasta domestic (diluar BPUG, BI, & Pemerintah)
·         Uang kartal pada BPUG (kas BPUG)
·         Simpanan giro BPUG pada BI
·         Simpanan giro sektor swasta domestik pada BI

C.    UANG BEREDAR
            Jumlah Uang Beredar (JUB) tidak seluruhnya ditentukan oleh Pemerintah. Perilaku bank-bank dan masyarakat umum ikut menentukan pula proses timbulnya uang beredar, meskipunpemerintah masih tetap merupakan pelaku yang paling menentukan.
Dua pengertian tentang uang beredar;
·         Narrow money, uang kartal dan uang giral
·         Broad money,narrow money ditambah uang quasi
·         Quasi money mencakup saldo deposito berjangka dan simpanan tabungan di bank.




D.    PERGESERAN KURVA PENAWARAN UANG
Faktor-faktor yang mempengruhi pergeseran kurva penawaran uang, adalah:
1.      Tingkat Bunga: Merupakan faktor utama yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Jika tingkat bunga terlalu tinggi, dunia usaha akan lesu.
2.      Tingkat Inflasi: Inflasi yang tinggi dapat melumpuhkan perekonomian. Daya beli masyarakat menjadi rendah dan perusahaan tidak dapat menjual barang dan jasa yang ditawarkannya.
3.      Tingkat Produksi dan Pendapatan Nasional: Bila tingkat produksi dan pendapatan nasional rendah, pemerintah mungkin akan memperbanyak jumlah uang yang beredar. Dengan tujuan untuk menggairahkan dunia perbankan dan dunia usaha (melalui peningkatan suku bunga dan peningkatan harga).
4.      Kondisi Kesehatan Dunia Perbankan: Setiap bank diharuskan memiliki cadangan uang yang cukup untuk menjaga dana nasabah agar tetap aman. Bank Indonesia menetapkan tingkat sadangan tertentu, yang sekaligus menjadi pengukur kesehatan bank.


5.    Nilai Tukar Rupiah: Jika nilai tukar rupiah menurun, pemerintah akan menurunkan jumlah rupiah yang beredar, sehingga sesuai hukum keseimbangan permintaan dan penawaran. Tingkat bunga akan naik dan nilai rupiah pun terangkat.

E.     PENAWARAN UANG TANPA BANK
            Teori-teori lama mengenai bagaimana uang beredar tercipta adalah sangat sederhana, dan menganggap seakan akan perbankan tidak ada atau, kalau ada, tidak mempunyai pengaruh terhadap proses tersebut. Teori yang paling sederhana adalah gambaran dari sistem standar emas, di mana emas adalah satu-satunya alat pembayaran. Uang beredar atau yang ‘ditawarkan’ di masyarakat naik atau turun sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat. Jumlah uang (emas) beredar bisa turun apabila, misalnya, emas dikirim keluar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran, yaitu untuk membayar barang-barang yang di impor yang jumlahnya lebih besar dari pada nilai barang-barang yang di ekspor, atau karena industri-industri yang menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada sehingga mengurangi jumlah emas yang tersedia untuk alat pembayaran. Jumlah uang beredar bisa naik apabila ada surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas meningkat (misalnya ditemukannya tambang baru) dan sebagianya.
            Dalam sistem moneter seperti itu uang beredar benar benar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan Pemerintah, bank sentral atau pun perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang beredar. Semuanya serba “otomatis” dan sebenarnya tidak ada alasan bagi Pemerintah atau Otorita Moneter untuk melakukan campur tangan di pasar uang (yaitu, melaksanakan “kebijakan moneter”). Contoh sederhana, perekonomian tertutup yang menggunakan emas untuk alat pembayaran. Dalam hal ini penawaran uang hanya bertambah apabila orang memproduksi emas (baru). Penawaran uang tidak bisa ditambah menurut kehendak Pemerintah, semuanya tergantung pada perilaku para produsen emas. Produksi emas memerlukan biaya untuk menambang,  memurnikan dan sebagainya. Produsen emas akan memproduksi emas hanya apabila menguntungkan, yaitu apabila harga emas di pasaran lebih tinggi daripada biaya produksinya. Sekarang, karena emas adalah alat pembayaran umum, maka harga emas naik berarti pula bahwa barang-barang turun, dan demikian pula sebaliknya. Apabila harga emas naik (atau harga barang turun), maka para produsen emas akan cenderung untuk menaikkan produksi emasnya (dan ini sesuai dengan hokum perilaku produsen pada umumnya dalam teori ekonomi mikro).
            Selanjutnya ini berarti bahwa jumlah emas yang tersedia bertambah, dan sesuai dengan hukum pasar, hal ini kemudian akan cenderung menurunkan harga emas (atau menaikkan harga barang-barang). Sebaliknya, apabila harga emas turun (harga barang naik), produksi emas berkurang atau berhenti dan ini cenderung untuk menghentikan penurunan harga emas (atau kenaikan harga barang).
            Jadi, dalam dunia yang seperti itu, penawaran uang akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kebutuhan (permintaan) akan uang, sehingga harga emas (dus, harga barang) secara otomatis selalu mencapai kestabilannya. Dalam hal ini “kebijakan moneter” tidak diperlukan.
            Teori Kuantitas dari Irving Fisher, kita tidak memperoleh penjelasan bagaimana proses dari terjadinya pertambahan jumlah uang beredar. Pertambahan uang otomatis sampai dan tersebar di tangan masyarakat tanpa ada ceritanya bagaimana bias sampai kesana.
Alfred Marshall termasuk satu dari sejumlah kecil ekonomi Klasik yang sebenarnya menyadari bahwa proses bagaimana tambahan uang tersebut sampai ketangan anggota masyarakat sangat menentukan macam mekanisme (proses) bagaimana harga akhirnya naik.
Keynes sendiri kurang memberikan perhatian mengenai mekanisme (proses) kenaikan jumlah uang beredar. Dalam teorinya mengenai pasar uang (yang merupakan bagan dari teori makronya)  jumlah uang beredar (atau penawaran uang) dianggap langsung terjadi di pasar uang.
F.     TEORI PENAWARAN UANG MODERN
 Para produsen emas tidak lagi mempunyai peranan moneter yang sangat penting seperti dahulu dalam sistem standar emas. Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang beredar adalah Otorita Moneter (Pemerintah dan Bank Sentral) dan lembaga keuangan (keduanya disebut sebagai ‘sistem moneter’). Otorita moneter merupakan uang inti atau uang primer, bidang lembaga keuangan (perbankan) merupakan supplier uang sekunder bagi masyarakat.
Pasar uang terdiri dari pasar uang primer dan pasar uang sekunder. Masing-masing mempunyai permintaan dan penawaran, namun keduanya sangat erat berhubungan satu sama lain. Uang sekunder (giral) diciptakan oleh bank berdasarkan atas uang primer yang dipegang bank (cadangan bank). Tanpa ada uang  primer tidak akan bisa diciptakan uang sekunder. Jadi kedua pasar tersebut dibedakan secara konsepsi tetapi dalam kenyataannya kedua pasar tersebut tidak terpisahkan satu sama lain.
Proses terciptanya uang beredar adalah proses pasar yang artinya hasil interaksi permintaan dan penawaran dan bukan sekedar pencentakan uang atau suatu keputusan pemerintah. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar uang sekunder, maka akan dilakukan tindakan penyesuain oleh para pelaku pasar uang sampai akhirnya tercapai keseimbangan dipasar ini. Perubahan pada permintaan dan penawaran uang sekunder pasti akan mempengaruhi permintaan uang inti (primer) proses penyesuain ini akan terus terjadi sampai kedua pasar mencapai keseimbangan secara bersama-sama. Baru apabila keadaan ini tercapai, maka pasar uang secara keseluruhan mencapai keseimbangan yang sesungguhnya (equilibrium).
Tindakan-tindakan berupa usaha dari para pelaku untuk mengubah struktur atau komposisi dari kekayaan yang ia pegang menuju ke arah struktur dan komposisi yang ia inginkan. Tindakan-tindakan semacam ini mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar uang, dan akan berhenti dilakukan apabila semua pelaku dalam pasar uang sudah “puas” dengan struktur dan komposisi neraca (kekayaan) yang mereka punyai artinya setiap pos dalam masing-masing neracanya adalah persis senilai yang ia inginkan. Dalam teori moneter kita mempunyai istilah khusus bagi proses penyesuaian komposisi neraca; yakni proses penyesuaian portofolio atau portofolio adjustment.

G.    PELIPAT UANG ATAU MONEY MULTIPLIER
            Proses pelipatan uang atau money multiplier adalah proses pasar penyesuaian antara permintaan dan penawaran. Dan proses pelipatan itu dimungkinkan karena adanya lembaga yang disebut bank, yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diciptakannya dengan uang tunai. Seandainya cash ratio yang dipegang bank adalah 100%, maka proses pelipatan tidak akan terjadi, meskipun proses penyesuaian portofolio tetap bisa terjadi.
Kita bisa meringkas hasil dari proses pelipatan tersebut dalam dalil aljabar sebagaiberikut
Uang Inti (B) sebagian dipegang oleh masyarakat sebagai uang kartal (C) dan sisanya oleh bank sebagai cadangan bank (R).
B         =          C         +          R                     (1)
Atas dasar cadangan bank (R) yang ada pada bank tersebut, bank menciptakan uang giral berupa saldo-saldo rekening koran (giro) yang dimiliki oleh masyarakat umum yang disimpan pada bank. Seluruh saldo ini disebut DD.
            Jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) adalah seluruh uang kartal (uang inti yang dipegang masyarakat) ditambah seluruh saldo rekening koran (giro) pada bank (uang giral).
            M1       =          C         +          DD                  (2)
Apabila persaman (2) kita bagi dengan persamaan (1), dan kita definisikan C  =  C/M1 dan r = R/DD, dan selanjutnya kita pindahkan B ke sebelah kanan persamaannya, kita peroleh:
            M1       =               B                     (3)
Persamaan (3) ini menunjukkan bagaimana uang inti dilipatkan menjadi uang beredar (M1). Sedangkan    adalah koefisien pelipat uang  atau money multiplier. Pengertian c dan r mencerminkan perilaku masyarakat  dan bank. Berapa bagian dari seluruh uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk uang tunai merupakan pencerminan kehendak dan perilaku masyarakat. Demikian pula berapa besar bank menyimpan uang tunai untuk menjamin saldo-saldo rekening koran/giro milik nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Keduanya merupakan keputusan ekonomi, yaitu keputusan yang ditentukan atas dasar perhitungan untung-rugi.
            Rumus pelipat uang bisa pula diperoleh untuk uang beredar dalam arti luas (M2). Kita ingat bahwa M2 = M1 + deposito berjangka dan saldo tabungan pada bank (TD).
            M2       =              B                        (4)
Dimana:
            t           = TD/M1
                     = ratio antara cadangan bank untuk menjamin DD dengan
   DD ( = R1  / DD ).
                      = ratio antara cadangan bank untuk menjamin TD dengan
                            TD ( = R2  / TD ).
            C         = C/M1

H.    IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN
Teori penawaran uang bisa disimpulkan bahwa Pemerintah ( atau Otorita Moneter) bisa mempengaruhi perkembangan uang beredar M1 atau M2 melalui 2 cara, yaitu :
a.       Dengan jalan mempengaruhi koefisien pelipat uang dan/atau
b.      Dengan jalan mempengaruhi perkembangan uang inti (B)

Nilai koefisien bisa ditingkatkan (dengan demikian bisa meningkatkan M1 atau M2 dengan B yang sama) apabila c, r1, r2 bisa diturunkan dan t bisa dinaikkan. Mendaftar langkah-langkah (kebijaksanaan) yang bisa digunakan untuk mempengaruhi (katakan, sebagai contoh, meningkatkan) koefisien pelipat uang.

Menurunkan c
a)      Menawarkan bunga yang menarik bagi rekening giro, deposito berjangka dan tabungan.
b)      Membuka cabang-cabang baru atau memperlaus kegiatan perbankan di pedesaan.
c)      Memperluas penggunaan credit cards dan charge account
d)     Mempercepat urbanisasi.

Menurunkan r1 dan r2
a)      Menawarkan bunga menarik bagi deposito berjangka da simpanan tabungan.
b)      Memberikan kemudahan-kemudahan perpajakan bagi pemegang deposito berjangka/tabungan.
c)      Mempromosikan deposito berjangka dan tabungan di daerah pedesaan, sehingga menarik orang-orang yang biasanya menyimpan kekayaanya dalam bentuk ternak, tanah, emas dan sebagainya.
d)     Mengendalikan inflasi serendah mungkin, sehingga opportunity cost bagi pemegang deposito berjangka dan tabungan adalah minimal.

Faktor yang biasanya lebih menentukan perkembangan M1 dan M2 adalah perubahan uang inti (B) itu sendiri. Umumnya perubahan B sangat menentukan perubahan M1 atau M2. Uang inti tidak lain adalah “hutang” dari Otorita Moneter kepada masyarakat dan lembaga keuangan. Pada hakekatnya ada 3 cara utama bagaimana “ hutang” tersebut timbul.
Cara pertama adalah melalui pencetakan uang baru. Peristiwanya mungkin dimulai dengan adanya deficit dalam anggaran belanja Pemerintah yang tidak bisa ditutup dengan cara lain (seperti, pinjaman dari luar atau dalam negeri).
Cara kedua adalah melalui pemberian pinjaman oleh Bank Sentral kepada bank-bank (di Indonesia dikenal dengan nama kredit langsung, misalnya kredit kepada bulog dan sebagainya). Apabila saldo rekening Koran/giro milik bank-bank dan lembaga-lembaga lain pada Bank Sentral bertambah. Maka ini berarti  “hutang” Bank Sentral (yang notabene merupakan bagian daro Otorita Moneter) bertambah pula.
Cara ketiga adalah lewat transaksi dengan luar negeri. Untuk menggambarkan proses terciptanya uang inti melalui cara ini kita anggap bahwa semua kegiatan ekspor maupun impor dilaksanakan oleh perusahaan swasta.

Ketiga sumber perubahan uang inti tersebut bisa kita nyatakan dalam persamaan sebagai berikut: 
B         =          CG      +         CB       +          NFA                            (5)
Dimana:
CG      =          Saldo rekening Pemerintah pada Bank Sentral
CB       =          saldo rekening giro masyarakat dan lembaga keuangan pada
Bank Sentral.
NFA    =          Net foreign Assets atau Aktiva Luar Negeri Netto dari
Bank Sentral.



Apabila uang baru di cetak maka CG meningkat. Apabila kredit likuiditas dan kredit langsung Bank Sentral meningkat, maka CB meningkat. Apabila terjadi surplus neraca pembayaran (atau kenaikan cadangan devisa) maka NFA meningkat. Kadangkala CG dan CB digabung menjadi satu dan disebut domestic kredit (DC), sehingga persamaan (5) menjadi:
B         =          DC  +  NFA                                                    (6)
Apabila persamaan (5) digabung dengan persamaan (3), maka kita peroleh persamaan.
           
                        M1       =             (CG  +  CB  +  NFA)             (7)
Atau apabila kita nyatakan dalam “perubahan” ( D ), kita peroleh

DM1    =            (DCG + DCB + DNFA)          (8)
            Persamaan (8) menunjukkan peranan kebijaksanaan moneter dalam mengelola M1. Kebijaksanaan moneter bisa diarahkan untuk mempengaruhi nilai koefisien pelipat uang dan diarahkan untuk mempengaruhi uang inti (B) melalui: (a) kebijaksanaan pembiayaan anggaran Pemerintah yaitu mempengaruhi CG, (b) kebijaksanaan perkreditan Bank Sentral yaitu CB, (c) kebijaksanaan yang menyangkut hubungan perdagangan dan aliran modal dengan luar negeri (seperti kebijasanaan penggalakan ekspor bea masuk pada impor, kebijaksanaan kurs devisa, kebijaksanaan penanaman modal asing) yaitu mempengaruhi NFA. Ada banyak cara umtuk mempengaruhi M1 atau M2, langkah yang cocok digunakan tergantung pada keadaan yang dihadapi> Tetapi biasanya kombinasi dari beberapa atau semua cara tersebut sering dipakai dalam kenyataan.











I.       KASUS TERKAIT PENAWARAN UANG
Description: http://indoprogress.com/wp-content/themes/indoprogress/assets/img/logo-ip.jpg
Dikutip dari:
http://indoprogress.com/2013/09/krisis-mata-uang-rupiah-2013-penyebab-dan-dampaknya/
Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya
23 September 2013
SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.[1]Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa negara emerging markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik di bawah ini:
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Description: Graph01-Wells
Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary, 30 Agustus 2013, hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly-commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.
Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor. Pertama, keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun sejak Juni 2013:
Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013
Description: Graph02-Bloomberg
Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.[2]
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Dalam Tabel 1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia selama Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64 miliar Dollar AS.
Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)

Ekspor
Impor
Neraca
Bulan
Migas
Nonmigas
Total
Migas
Nonmigas
Total
Migas
Nonmigas
Total
Januari
2,66
12,72
15,38
3,97
11,48
15,45
-1,31
1,24
-0,07
Februari
2,57
12,45
15,02
3,64
11,67
15,31
-1,07
0,78
-0,29
Maret
2,93
12,09
15,02
3,90
10,99
14,89
-0,97
1,10
-0,13
April
2,45
12,31
14,76
3,63
12,83
16,46
-1,18
-0,52
-1,70
Mei
2,92
13,21
16,13
3,44
13,22
16,66
-0,52
-0,01
-0,53
Juni
2,80
11,96
14,76
3,53
12,11
15,64
-0,73
-0,15
-0,88
Juli
2,28
12,83
15,11
4,14
13,28
17,42
-1,86
-0,45
-2,31
Jan-Juli
18,61
87,57
106,18
26,25
85,58
111,83
-7,64
1,99
-5,65
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 58/09/Th. XVI, 2 September 2013, hlm. 14, http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf.
Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama Januari-Juli 2013, impor Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? Ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh, harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp1,5 juta akan naik Rp150 ribu menjadi Rp1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli. Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak 2009.[3] Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe, misalnya, naik 20-25 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor.[4]
Saya belum mendapat data tentang proporsi alat-alat produksi impor dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia. Kalau kita lihat Tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah impor bahan baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri Indonesia cukup tinggi.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan Golongan Barang
Nilai CIF (Juta US$)
Januari-Juli 2013
Peran terhadap Total Impor Januari-Juli 2013 (%)
Barang Konsumsi
7.799,0
6,97
Bahan Baku/Penolong
85.162,4
76,16
Barang Modal
18.867,0
16,87
Total Impor
111.828,4
100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama, konsumen, terutama konsumen kelas bawah, sejauh pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua, pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas usahanya.[5]Ketiga, para usahawan yang berorientasi pasar dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya.[6]Keempat, rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing.[7] Logikanya sama dengan dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS.[8]
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama, untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua, untuk utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga akan terkena dampaknya. Ketiga, pembayaran utang luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang Rupiah yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready yang sebagian besarnya diekspor,[9] eksportir udang,[10] dan eksportir kakao di Sulawesi Selatan.[11] Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya yang mahal.[12]













BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

            Yang dimaksud dengan penawaran uang disini adalah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Perubahan Persediaan uang secara garis besar dipengaruhi oleh uang inti dan pelipat uang. Besarnya uang inti sangat tergantung pada tindakan-tindakan yang ditentukan oleh pemerintah khususnya bank sentral. Pelipat uang, di lain pihak, disamping dipengaruhi oleh perilaku bank sentral juga ditentukan oleh perilaku agen-agen ekonomi lainnya seperti bank umum dan masyarakat domestic.
            Uang kartal adalah uang yang dijadikan sebagai alat transaksi sah dan wajib diterimaseluruh masyarakat pada perekonomian. Uang giral adalah simpanan pada bank-bank pencipta uang giral (BPUG) dan BI yang setiapdapat ditarik (bahkan seluruh saldonya) untuk ditukarkan denagn uang kartalsebesar jumlah nominalnya dan tidak dikenakan penalty. Merupakan teori yang menitikberatkan uang hanya sebagai alat transaksi. Teori klasik dikemukakan oleh Irving Fisher (M.V=P.T).
Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan harga alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” (immediate causes), bukan “akar masalahnya.” Pembahasan tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama, terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-negara. Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek destruktifnya, bagaimana cara melawan mobilitas kapital yang seperti itu? Kedua, terkait dengan tingginya impor Indonesia, pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti itu? Dan bagaimana cara melepaskan ketergantungan ekonomi kita terhadap impor? ***
Mohamad Zaki Hussein, anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP). Penulis beredar di Twitterland dengan akun @mzakih
























DAFTAR PUSTAKA
[1] Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary, 30 Agustus 2013, hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly-commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.
[2]Ibid., hlm. 4.
[3] Badan Pusat Statistik, “Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia,” http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=03&notab=7.
[4] Ananda Teresia, “Dolar Naik, Harga Tempe Tahu Naik 20-25 Persen,” Tempo.co, 1 September 2013, http://www.tempo.co/read/news/2013/09/01/090509138/Dolar-Naik-Harga-Tempe-Tahu-Naik-20-25-Persen.
[5] Suyono Saputra, “Rupiah Anjlok, Importir Bahan Pokok di Batam Setop Pemasukan Barang,” Bisnis.com, 28 Agustus 2013, http://www.bisnis.com/rupiah-anjlok-importir-bahan-pokok-di-batam-setop-pemasukan-barang.
[6] Herlina KD, Merlinda Riska dan Tendi Mahadi, “Rupiah Melorot Pukul Industri Manufaktur,” Kontan.co.id, 23 Agustus 2013, http://industri.kontan.co.id/news/rupiah-melorot-pukul-industri-manufaktur.
[7] Martha Thertina, “Rupiah Melemah, Utang Luar Negeri Naik 30 Persen,” Tempo.co, 27 Agustus 2013, http://www.tempo.co/read/news/2013/08/27/092507710/Rupiah-Melemah-Utang-Luar-Negeri-Naik-30-Persen.
[8] Republik Indonesia dan Bank Indonesia, Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, Vol: IV, Agustus 2013, hlm. 14, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A0877A2B-7A36-4119-947A-8449A51A58AF/29883/EDSAugust2014.pdf.
[9] “Energizer Indonesia Meraup Untung dari Melemahnya Rupiah,” Swa, 25 Agustus 2013, http://swa.co.id/headline/energizer-indonesia-meraup-untung-dari-melemahnya-rupiah.
[10] Adhitya Himawan, “Eksportir udang diuntungkan pelemahan rupiah,” Kontan.co.id, 16 September 2013, http://industri.kontan.co.id/news/eksportir-udang-diuntungkan-pelemahan-rupiah.
[11] M. Taufikul Basari, “Rupiah Terpuruk, Eksportir Kakao Sulsel Tangguk Untung,” Bisnis.com, 16 September 2013, http://www.bisnis.com/rupiah-terpuruk-eksportir-kakao-sulsel-tangguk-untung.
[12] Sri Mas Sari, “Pelemahan Rupiah: Tidak Hanya Impor, Ekspor Pun Bisa Terganggu,” Bisnis.com, 11 Juni 2013,



1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus