BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR PENAWARAN UANG
Penawaran uang tidak lepas dari pengertian Uang dalam Peredaran dan uang
beredar. Uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah mata uang yang telah
dikeluarkan dan diedarkan oleh bank sentral, baik itu uang logam maupunuang
kertas. Sedangkan Uang Beredar adalah semua jenis uang yang tersedia dan
terdapat dalam perekonomian termasuk di dalamnya jumlah mata uang dalam
peredaran ditambah dengan uang giral yang ada di bank-bank umum.
Konsep penawaran uang besar kecilnya dipengaruhi oleh penguasa moneter atau dengan
kata lain penawaran uang tidak dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Meskipun
demikian masyarakat dapat juga mempengaruhi tingkat penawaran uang melalui
perilakunya dalam menentukan jenis atau bentuk kekayaan yang diinginkan.
Bank sentral sebagai lembaga pemegang otoritas moneter memilikiwewenang untuk
menciptakan uang sebagai alat pembayaran yang sah. Dengankata lain konsep
penawaran uang lebih ditekankan pada usaha bank sentral untuk menjamin
kelancaran sirkulasi jumlah uang beredar di masyarakat agar lebih efisien
Yang dimaksud dengan penawaran uang disini adalah jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Perubahan Persediaan uang secara garis besar dipengaruhi oleh uang
inti dan pelipat uang. Besarnya uang inti sangat tergantung pada
tindakan-tindakan yang ditentukan oleh pemerintah khususnya bank sentral.
Pelipat uang, di lain pihak, disamping dipengaruhi oleh perilaku bank sentral
juga ditentukan oleh perilaku agen-agen ekonomi lainnya seperti bank umum dan
masyarakat domestik. Data persediaan uang dicatat dan diterbitkan, biasanya oleh
pemerintah atau bank sentral negara. Publik dan analis sektor swasta telah lama
dipantau perubahan penawaran uang karena efek yang mungkin pada tingkat harga ,
inflasi dan siklus bisnis .
Bahwa hubungan antara uang dan harga secara historis
terkait dengan teori kuantitas uang. Ada kuat empiris bukti hubungan langsung
antara harga jangka panjang inflasi dan-pasokan pertumbuhan uang, setidaknya
untuk peningkatan pesat dalam jumlah uang dalam perekonomian. Artinya, negara
seperti Zimbabwe yang melihat peningkatan pesat dalam jumlah uang beredar
perusahaan juga melihat kenaikan cepat harga ( hiperinflasi ). Ini adalah salah
satu alasan ketergantungan pada kebijakan moneter sebagai alat mengendalikan
inflasi.
Sangat perlu dipahami bahwa konsep uang sangat terkait
pada konsep likuiditas. Suatu asset likuid adalah asset yang dengan mudah dapat
diuangkan dengantanpa kehilangan risiko rugi. Pada satu sisi ekstrim dari
spectrum likuiditas, uang tunai adalah asset yang paling likuid dengan daya
beli penuh. Pada tingkat spektrum likuiditas moderat kita mengenal uang kuasi
yang secara definitive tidak secara langsung berfungsi sebagai medium of
exchange. Pada sisi ekstrim lainnya kita mengenal asset-aset fisik yang sangat
tidak likuid sebagai alat pertukaran seperti rumah, tanah, obligasi jangka
panjang dan sebagainya.
B. MACAM-MACAM UANG
1.
Uang Kartal (Currency )
Merupakan uang
yang dijadikan sebagai alat transaksi sah dan wajib diterimaseluruh masyarakat
pada perekonomian. Uang kartal umumnya berbentuk uang kertas danuang logam yang
di Indonesia dibuat oleh Bank Indonesia selaku bank sentral yang diberi
haktunggal mencetak uang (hak oktroi). Sebelum tahun 1968, pemerintah (otoritas
fiskal)mengeluarkan uang kertas dan uang logam pemerintah yang terdiri dari
pecahan-pecahan kecil. Uang dilindungi oleh Undang-Undang di mana pelaku
pemalsuan uang diancam oleh hukumandenda dan kurungan penjara. Contoh uang
kartal seperti uang logam Rp. 100,- uang kertas Rp.1.000,- dan lain sebagainya.
2.
Uang Giral
Merupakan simpanan
pada bank-bank pencipta uang giral (BPUG) dan BI yang setiapdapat ditarik
(bahkan seluruh saldonya) untuk ditukarkan denagn uang kartalsebesar jumlah
nominalnya dan tidak dikenakan penalty. Uang giral dapat dibilang mudah, aman
dan praktiskarena dalam melakukan transaksi di mana seseorang tidak perlu
menghitung dan membawabanyak uang kontan, jika hilang atau jatuh ke tangan
orang jahat dapat segera diblokir danmudah dalam penggunaannya. Termasuk dalam
uang giral adalah:
·
Saldo giro rupiah penduduk
·
Pengiriman uang (transfer)
·
Deposito berjangka yang sudah
jatuh tempo
·
Simpanan lainnya yang sudah
jatuh tempo
3.
Uang Kuasi
Merupakan surat atau
sertifikat berharga yang dapat dijadikan sebagai alatpembayaran yang sah.
Fungsi yang tidak sepenuhnya adalah fungsi alat tukar menukar.Termasuk uang
kuasi:
·
Deposito berjangka rupiah,
termasuk sertifikat deposito
·
Tabungan-tabungan
·
Rekening giro dalam valuta asing
·
Deposito berjangka dalam valuta
asing
·
Tabungan dalam valuta asing
4.
Uang Primer atau Uang Inti (Primary money, base money , high powered
money)
Merupakan seluruh kewajiban moneter dari otoritas moneter terhadap BPUG dan
sektorswasta domestik. Komponen uang primer adalah:
·
Uang kartal pada sektor swasta
domestic (diluar BPUG, BI, & Pemerintah)
·
Uang kartal pada BPUG (kas BPUG)
·
Simpanan giro BPUG pada BI
·
Simpanan giro sektor swasta
domestik pada BI
C. UANG BEREDAR
Jumlah Uang Beredar (JUB) tidak seluruhnya ditentukan oleh Pemerintah. Perilaku
bank-bank dan masyarakat umum ikut menentukan pula proses timbulnya uang
beredar, meskipunpemerintah masih tetap merupakan pelaku yang paling
menentukan.
Dua pengertian tentang uang beredar;
·
Narrow money, uang kartal dan
uang giral
·
Broad money,narrow money
ditambah uang quasi
·
Quasi money mencakup saldo
deposito berjangka dan simpanan tabungan di bank.
D. PERGESERAN KURVA PENAWARAN
UANG
Faktor-faktor yang mempengruhi pergeseran kurva penawaran uang,
adalah:
1.
Tingkat Bunga: Merupakan faktor
utama yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Jika
tingkat bunga terlalu tinggi, dunia usaha akan lesu.
2.
Tingkat Inflasi: Inflasi yang tinggi
dapat melumpuhkan perekonomian. Daya beli masyarakat menjadi rendah dan
perusahaan tidak dapat menjual barang dan jasa yang ditawarkannya.
3.
Tingkat Produksi dan Pendapatan Nasional: Bila tingkat produksi dan pendapatan nasional rendah, pemerintah
mungkin akan memperbanyak jumlah uang yang beredar. Dengan tujuan untuk
menggairahkan dunia perbankan dan dunia usaha (melalui peningkatan suku bunga
dan peningkatan harga).
4.
Kondisi Kesehatan Dunia Perbankan: Setiap
bank diharuskan memiliki cadangan uang yang cukup untuk menjaga dana nasabah
agar tetap aman. Bank Indonesia menetapkan tingkat sadangan tertentu, yang
sekaligus menjadi pengukur kesehatan bank.
5. Nilai Tukar Rupiah: Jika nilai tukar rupiah menurun, pemerintah akan menurunkan jumlah
rupiah yang beredar, sehingga sesuai hukum keseimbangan permintaan dan
penawaran. Tingkat bunga akan naik dan nilai rupiah pun terangkat.
E.
PENAWARAN UANG TANPA BANK
Teori-teori
lama mengenai bagaimana uang beredar tercipta adalah sangat sederhana, dan menganggap seakan – akan perbankan tidak ada atau, kalau ada, tidak mempunyai pengaruh terhadap proses tersebut. Teori yang paling sederhana adalah gambaran dari sistem standar emas, di mana emas adalah satu-satunya alat pembayaran. Uang beredar atau yang
‘ditawarkan’ di masyarakat naik atau turun sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat. Jumlah uang (emas)
beredar bisa turun apabila, misalnya, emas dikirim keluar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran, yaitu untuk membayar barang-barang
yang di impor yang jumlahnya lebih besar dari pada nilai barang-barang yang di ekspor, atau karena industri-industri yang
menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada sehingga mengurangi jumlah emas yang
tersedia untuk alat pembayaran. Jumlah uang beredar bisa naik apabila ada surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas meningkat
(misalnya ditemukannya tambang baru) dan sebagianya.
Dalam sistem moneter seperti itu uang beredar benar – benar ditentukan oleh proses
pasar, sedangkan Pemerintah, bank sentral atau pun perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang beredar.
Semuanya serba “otomatis” dan sebenarnya tidak ada alasan bagi Pemerintah atau Otorita Moneter untuk melakukan campur tangan di
pasar uang (yaitu, melaksanakan “kebijakan moneter”). Contoh sederhana,
perekonomian tertutup yang menggunakan emas untuk alat pembayaran. Dalam hal ini penawaran uang hanya bertambah apabila orang
memproduksi emas (baru). Penawaran uang tidak bisa ditambah menurut kehendak Pemerintah, semuanya tergantung pada perilaku para produsen emas. Produksi emas memerlukan biaya untuk menambang, memurnikan dan sebagainya. Produsen emas akan memproduksi emas hanya apabila menguntungkan, yaitu apabila harga emas di pasaran lebih tinggi daripada biaya produksinya.
Sekarang, karena emas adalah alat pembayaran umum, maka harga emas naik berarti pula bahwa barang-barang turun, dan demikian pula sebaliknya. Apabila harga emas naik (atau harga barang turun), maka para produsen emas akan cenderung untuk menaikkan produksi emasnya (dan ini sesuai dengan hokum perilaku produsen pada umumnya dalam teori ekonomi mikro).
Selanjutnya ini berarti bahwa jumlah emas yang
tersedia bertambah, dan sesuai dengan hukum pasar, hal ini kemudian akan cenderung menurunkan harga emas (atau menaikkan harga barang-barang). Sebaliknya, apabila harga emas turun (harga barang naik),
produksi emas berkurang atau berhenti dan ini cenderung untuk menghentikan penurunan harga emas (atau kenaikan harga barang).
Jadi, dalam dunia yang
seperti itu, penawaran uang akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kebutuhan (permintaan) akan uang, sehingga harga emas (dus, harga barang) secara otomatis selalu mencapai kestabilannya.
Dalam hal ini “kebijakan moneter” tidak diperlukan.
Teori Kuantitas dari Irving Fisher, kita tidak memperoleh penjelasan bagaimana proses dari terjadinya pertambahan jumlah uang beredar. Pertambahan uang otomatis sampai dan tersebar di tangan masyarakat tanpa ada ceritanya bagaimana bias sampai kesana.
Alfred Marshall termasuk satu dari sejumlah kecil ekonomi Klasik yang sebenarnya menyadari bahwa proses bagaimana tambahan uang tersebut sampai ketangan anggota masyarakat sangat menentukan macam mekanisme
(proses) bagaimana harga akhirnya naik.
Keynes sendiri kurang memberikan perhatian mengenai mekanisme (proses) kenaikan jumlah uang beredar. Dalam teorinya mengenai pasar uang (yang merupakan bagan dari teori makronya) jumlah uang beredar (atau penawaran uang) dianggap langsung terjadi di pasar uang.
F.
TEORI PENAWARAN UANG MODERN
Para produsen emas tidak lagi mempunyai peranan moneter yang sangat penting seperti dahulu dalam sistem standar emas. Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang beredar adalah Otorita Moneter
(Pemerintah dan Bank Sentral) dan lembaga keuangan (keduanya disebut sebagai
‘sistem moneter’). Otorita moneter merupakan uang inti atau uang primer, bidang lembaga keuangan (perbankan) merupakan supplier uang sekunder bagi masyarakat.
Pasar uang terdiri dari pasar uang primer dan pasar uang sekunder. Masing-masing mempunyai permintaan dan penawaran,
namun keduanya sangat erat berhubungan satu sama lain. Uang sekunder (giral) diciptakan oleh bank
berdasarkan atas uang primer yang dipegang bank (cadangan bank). Tanpa ada uang primer tidak akan bisa diciptakan uang sekunder. Jadi kedua pasar tersebut dibedakan secara konsepsi tetapi dalam kenyataannya kedua pasar tersebut tidak terpisahkan satu sama lain.
Proses terciptanya uang beredar adalah proses
pasar yang artinya hasil interaksi permintaan dan penawaran dan bukan sekedar pencentakan uang atau suatu keputusan pemerintah. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di
pasar uang sekunder, maka akan dilakukan tindakan penyesuain oleh para pelaku pasar uang sampai akhirnya tercapai keseimbangan dipasar ini. Perubahan pada permintaan dan penawaran uang sekunder pasti akan mempengaruhi permintaan uang inti (primer) proses penyesuain ini akan terus terjadi sampai kedua pasar mencapai keseimbangan secara bersama-sama.
Baru apabila keadaan ini tercapai, maka pasar uang secara keseluruhan mencapai keseimbangan yang sesungguhnya (equilibrium).
Tindakan-tindakan berupa usaha dari
para pelaku untuk mengubah struktur atau
komposisi dari kekayaan yang ia
pegang menuju ke arah struktur dan komposisi yang ia inginkan.
Tindakan-tindakan semacam ini mempengaruhi permintaan dan penawaran di pasar
uang, dan akan berhenti dilakukan apabila semua pelaku dalam pasar uang sudah
“puas” dengan struktur dan komposisi neraca (kekayaan) yang mereka punyai
artinya setiap pos dalam masing-masing neracanya adalah persis senilai yang ia inginkan. Dalam teori moneter kita
mempunyai istilah khusus bagi proses penyesuaian komposisi neraca; yakni proses
penyesuaian portofolio atau portofolio adjustment.
G.
PELIPAT UANG ATAU MONEY MULTIPLIER
Proses pelipatan uang atau money
multiplier adalah proses pasar penyesuaian antara permintaan dan penawaran.
Dan proses pelipatan itu dimungkinkan karena adanya lembaga yang disebut bank,
yang tidak harus menjamin secara penuh uang giral yang diciptakannya dengan
uang tunai. Seandainya cash ratio yang
dipegang bank adalah 100%, maka proses pelipatan tidak akan terjadi, meskipun
proses penyesuaian portofolio tetap bisa terjadi.
Kita bisa meringkas hasil dari proses
pelipatan tersebut dalam dalil aljabar sebagaiberikut
Uang Inti (B) sebagian dipegang oleh
masyarakat sebagai uang kartal (C) dan sisanya oleh bank sebagai cadangan bank
(R).
B = C + R (1)
Atas dasar cadangan bank (R) yang ada pada bank
tersebut, bank menciptakan uang giral berupa saldo-saldo rekening koran (giro)
yang dimiliki oleh masyarakat umum yang disimpan pada bank. Seluruh saldo ini
disebut DD.
Jumlah
uang beredar dalam arti sempit (M1) adalah seluruh uang kartal (uang inti yang
dipegang masyarakat) ditambah seluruh saldo rekening koran (giro) pada bank
(uang giral).
M1 = C + DD (2)
Apabila persaman (2) kita bagi dengan persamaan
(1), dan kita definisikan C = C/M1 dan r = R/DD, dan selanjutnya kita
pindahkan B ke sebelah kanan persamaannya, kita peroleh:
M1 = B (3)
Persamaan (3) ini menunjukkan bagaimana uang inti
dilipatkan menjadi uang beredar (M1). Sedangkan
adalah koefisien pelipat uang atau money multiplier. Pengertian c dan r
mencerminkan perilaku masyarakat dan bank.
Berapa bagian dari seluruh uang beredar yang dipegang oleh masyarakat dalam
bentuk uang tunai merupakan pencerminan kehendak dan perilaku masyarakat.
Demikian pula berapa besar bank menyimpan uang tunai untuk menjamin saldo-saldo
rekening koran/giro milik nasabah merupakan pencerminan perilaku bank. Keduanya
merupakan keputusan ekonomi, yaitu keputusan yang ditentukan atas dasar
perhitungan untung-rugi.
Rumus
pelipat uang bisa pula diperoleh untuk uang beredar dalam arti luas (M2). Kita
ingat bahwa M2 = M1 + deposito berjangka dan saldo tabungan pada bank (TD).
M2 = B (4)
Dimana:
t = TD/M1
= ratio antara cadangan bank untuk menjamin
DD dengan
DD
( = R1 / DD ).
= ratio antara cadangan bank untuk
menjamin TD dengan
TD ( = R2 / TD ).
C = C/M1
H. IMPLIKASI
KEBIJAKSANAAN
Teori penawaran uang bisa
disimpulkan bahwa Pemerintah ( atau Otorita Moneter) bisa mempengaruhi
perkembangan uang beredar M1 atau M2 melalui 2 cara, yaitu :
a. Dengan jalan mempengaruhi koefisien pelipat
uang dan/atau
b. Dengan jalan mempengaruhi perkembangan uang
inti (B)
Nilai koefisien bisa ditingkatkan (dengan demikian
bisa meningkatkan M1 atau M2 dengan B yang sama) apabila c, r1, r2
bisa diturunkan dan t bisa dinaikkan. Mendaftar langkah-langkah (kebijaksanaan)
yang bisa digunakan untuk mempengaruhi (katakan, sebagai contoh, meningkatkan)
koefisien pelipat uang.
Menurunkan
c
a) Menawarkan bunga yang menarik bagi rekening
giro, deposito berjangka dan tabungan.
b) Membuka cabang-cabang baru atau memperlaus
kegiatan perbankan di pedesaan.
c) Memperluas penggunaan credit cards dan charge
account
d) Mempercepat urbanisasi.
Menurunkan
r1 dan r2
a) Menawarkan bunga menarik bagi deposito
berjangka da simpanan tabungan.
b) Memberikan kemudahan-kemudahan perpajakan bagi
pemegang deposito berjangka/tabungan.
c) Mempromosikan deposito berjangka dan tabungan
di daerah pedesaan, sehingga menarik orang-orang yang biasanya menyimpan
kekayaanya dalam bentuk ternak, tanah, emas dan sebagainya.
d) Mengendalikan inflasi serendah mungkin,
sehingga opportunity cost bagi pemegang deposito berjangka dan tabungan adalah
minimal.
Faktor
yang biasanya lebih menentukan perkembangan M1 dan M2 adalah perubahan uang
inti (B) itu sendiri. Umumnya perubahan B sangat menentukan perubahan M1 atau
M2. Uang inti tidak lain adalah “hutang” dari Otorita Moneter kepada masyarakat
dan lembaga keuangan. Pada hakekatnya ada 3 cara utama bagaimana “ hutang”
tersebut timbul.
Cara pertama adalah melalui pencetakan uang baru.
Peristiwanya mungkin dimulai dengan adanya deficit dalam anggaran belanja
Pemerintah yang tidak bisa ditutup dengan cara lain (seperti, pinjaman dari
luar atau dalam negeri).
Cara kedua adalah melalui pemberian pinjaman oleh Bank Sentral
kepada bank-bank (di Indonesia dikenal dengan nama kredit langsung, misalnya
kredit kepada bulog dan sebagainya). Apabila saldo rekening Koran/giro milik
bank-bank dan lembaga-lembaga lain pada Bank Sentral bertambah. Maka ini
berarti “hutang” Bank Sentral (yang
notabene merupakan bagian daro Otorita Moneter) bertambah pula.
Cara ketiga adalah lewat transaksi dengan luar negeri.
Untuk menggambarkan proses terciptanya uang inti melalui cara ini kita anggap
bahwa semua kegiatan ekspor maupun impor dilaksanakan oleh perusahaan swasta.
Ketiga sumber perubahan uang
inti tersebut bisa kita nyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
B = CG + CB + NFA (5)
Dimana:
CG = Saldo rekening
Pemerintah pada Bank Sentral
CB = saldo rekening
giro masyarakat dan lembaga keuangan pada
Bank
Sentral.
NFA = Net foreign
Assets atau Aktiva Luar Negeri Netto dari
Bank
Sentral.
Apabila uang baru di cetak maka
CG meningkat. Apabila kredit likuiditas dan kredit langsung Bank Sentral
meningkat, maka CB meningkat. Apabila terjadi surplus neraca pembayaran (atau
kenaikan cadangan devisa) maka NFA meningkat. Kadangkala CG dan CB digabung
menjadi satu dan disebut domestic kredit (DC), sehingga persamaan (5) menjadi:
B = DC + NFA (6)
Apabila persamaan (5) digabung dengan
persamaan (3), maka kita peroleh persamaan.
M1 = (CG + CB + NFA) (7)
Atau apabila kita nyatakan dalam “perubahan”
( D ), kita peroleh
DM1 = (DCG + DCB + DNFA) (8)
Persamaan
(8) menunjukkan peranan kebijaksanaan moneter dalam mengelola M1. Kebijaksanaan
moneter bisa diarahkan untuk mempengaruhi nilai koefisien pelipat uang dan
diarahkan untuk mempengaruhi uang inti (B) melalui: (a) kebijaksanaan
pembiayaan anggaran Pemerintah yaitu mempengaruhi CG, (b) kebijaksanaan
perkreditan Bank Sentral yaitu CB, (c) kebijaksanaan yang menyangkut hubungan
perdagangan dan aliran modal dengan luar negeri (seperti kebijasanaan
penggalakan ekspor bea masuk pada impor, kebijaksanaan kurs devisa,
kebijaksanaan penanaman modal asing) yaitu mempengaruhi NFA. Ada banyak cara
umtuk mempengaruhi M1 atau M2, langkah yang cocok digunakan tergantung pada
keadaan yang dihadapi> Tetapi biasanya kombinasi dari beberapa atau semua
cara tersebut sering dipakai dalam kenyataan.
I.
KASUS TERKAIT PENAWARAN UANG
Dikutip dari:
http://indoprogress.com/2013/09/krisis-mata-uang-rupiah-2013-penyebab-dan-dampaknya/
Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan Dampaknya
23 September 2013
SEJAK Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung
melemah. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara emerging
markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan
cepat) lainnya. Selama Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar
10 persen; nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen; dan nilai tukar
Rupiah serta Real Brazil jatuh sekitar 15 persen.[1]Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa
negara emerging markets selama Juni-Agustus 2013 bisa dilihat dalam
grafik di bawah ini:
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013
Indeks, 15 Mei 2013 = 100
Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group, LLC, Weekly Economic
& Financial Commentary, 30 Agustus 2013, hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly-commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.
Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar
sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand)
atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat,
sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan
naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap
atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian,
Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya
rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas
Rupiah tinggi, sementara permintaan atasnya rendah? Setidaknya ada dua faktor. Pertama,
keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya
investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam
proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk
diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas
Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa
dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring
dengan kecenderungan menurun dari Rupiah. Dalam grafik di bawah, kita bisa
lihat bahwa IHSG mengalami kecenderungan menurun sejak Juni 2013:
Grafik 2
IHSG April-Agustus 2013
IHSG April-Agustus 2013
Kenapa investasi portofolio asing ini keluar
dari Indonesia? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank
sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini
dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres AS pada 22 Mei
2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets
pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the
Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya
dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank
di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa
ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial
lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan
modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa di
depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di
negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield
obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield
obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125
bps dalam tiga bulan terakhir.[2]
Faktor kedua yang menyebabkan penawaran
tinggi dan permintaan rendah atas Rupiah adalah neraca nilai perdagangan
Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil daripada impor. Dalam Tabel
1 di bawah, kita bisa lihat, defisit neraca nilai perdagangan Indonesia selama
Januari-Juli 2013 adalah -5,65 miliar Dollar AS. Sektor nonmigas sebenarnya
mengalami surplus 1,99 miliar Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas
tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat besar di sektor migas, yakni sebesar
-7,64 miliar Dollar AS.
Tabel 1
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
Neraca Nilai Perdagangan Indonesia, Januari-Juli 2013
(Miliar US$)
|
Ekspor
|
Impor
|
Neraca
|
||||||
Bulan
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Migas
|
Nonmigas
|
Total
|
Januari
|
2,66
|
12,72
|
15,38
|
3,97
|
11,48
|
15,45
|
-1,31
|
1,24
|
-0,07
|
Februari
|
2,57
|
12,45
|
15,02
|
3,64
|
11,67
|
15,31
|
-1,07
|
0,78
|
-0,29
|
Maret
|
2,93
|
12,09
|
15,02
|
3,90
|
10,99
|
14,89
|
-0,97
|
1,10
|
-0,13
|
April
|
2,45
|
12,31
|
14,76
|
3,63
|
12,83
|
16,46
|
-1,18
|
-0,52
|
-1,70
|
Mei
|
2,92
|
13,21
|
16,13
|
3,44
|
13,22
|
16,66
|
-0,52
|
-0,01
|
-0,53
|
Juni
|
2,80
|
11,96
|
14,76
|
3,53
|
12,11
|
15,64
|
-0,73
|
-0,15
|
-0,88
|
Juli
|
2,28
|
12,83
|
15,11
|
4,14
|
13,28
|
17,42
|
-1,86
|
-0,45
|
-2,31
|
Jan-Juli
|
18,61
|
87,57
|
106,18
|
26,25
|
85,58
|
111,83
|
-7,64
|
1,99
|
-5,65
|
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, No. 58/09/Th.
XVI, 2 September 2013, hlm. 14, http://www.bps.go.id/brs_file/eksim_02sep13.pdf.
Dinamika ekspor-impor memang bisa berdampak
pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang
negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang
negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena
si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya
agar bisa ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran
atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran
mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama Januari-Juli
2013, impor Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah
melemahkan nilai tukar Rupiah.
Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? Ketika nilai tukar
sebuah mata uang melemah, maka yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah
harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi
(bahan baku dan barang modal). Karena harga komoditi impor dipatok dengan mata
uang negara asal, maka jika nilai mata uang negara tujuan jatuh, harga komoditi
impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah jatuh sebesar
10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900 Rupiah, maka
harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya Rp1,5
juta akan naik Rp150 ribu menjadi Rp1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan
Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli.
Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi
tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan
inflasi tahunan tertinggi sejak 2009.[3] Untuk barang konsumsi, yang
harganya akan naik bukan hanya barang-barang konsumsi impor, namun juga
barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar)
alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga tahu tempe,
misalnya, naik 20-25 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor.[4]
Saya belum mendapat data tentang proporsi
alat-alat produksi impor dari total alat produksi di Indonesia. Namun, kita
bisa mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari perbandingan antara impor
barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di Indonesia. Kalau kita
lihat Tabel 2, proporsi impor terbesar pada Januari-Juli 2013 adalah impor
bahan baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua
ditempati oleh impor barang modal (mesin-mesin, dan sebagainya), sebesar 16,87%
dari total impor. Di urutan terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi
dengan besaran 6,97% dari total impor. Dari data ini, kita bisa menduga bahwa
penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri Indonesia cukup tinggi.
Tabel 2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Juli 2013
Penggunaan
Golongan Barang
|
Nilai
CIF (Juta US$)
Januari-Juli
2013
|
Peran
terhadap Total Impor Januari-Juli 2013 (%)
|
Barang
Konsumsi
|
7.799,0
|
6,97
|
Bahan
Baku/Penolong
|
85.162,4
|
76,16
|
Barang
Modal
|
18.867,0
|
16,87
|
Total
Impor
|
111.828,4
|
100,00
|
Sumber: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik, op. cit., hlm. 12.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan
harga komoditi impor ini? Pertama, konsumen, terutama konsumen kelas
bawah, sejauh pendapatan mereka tidak bisa mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua,
pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer,
karena mereka menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Misalnya, belakangan
ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam sudah menghentikan aktivitas
usahanya.[5]Ketiga, para usahawan yang berorientasi pasar dalam
negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti
pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya.[6]Keempat, rakyat pekerja yang sudah terpukul dari sisi
konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh
pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan
nilai utang luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak
pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya yang juga penting
adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena utang luar negeri
dipatok dengan mata uang asing.[7] Logikanya sama dengan dampak
pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah
berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang
dipatok dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total
utang luar negeri Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang
pemerintah dan bank sentral sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta
sebesar 130,144 miliar Dollar AS.[8]
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh
kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri Indonesia ini? Pertama,
untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2) para pekerjanya
yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua, untuk
utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN,
dimana ketika anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau
mencabut subsidi untuk rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga akan
terkena dampaknya. Ketiga, pembayaran utang luar negeri cenderung akan
meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang Rupiah yang dimiliki pengutang
harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai tukar Rupiah
bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis
Rupiah? Jika mata uang suatu negara melemah, maka yang diuntungkan adalah
sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal dari dalam negeri.
Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready yang
sebagian besarnya diekspor,[9] eksportir udang,[10] dan eksportir kakao di Sulawesi
Selatan.[11] Namun, ini tidak berarti seluruh
sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak komoditi ekspor kita yang
ditopang oleh bahan baku impor, sehingga keuntungan yang didapat dari kenaikan
harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya yang mahal.[12]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Yang dimaksud dengan penawaran uang disini adalah jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Perubahan Persediaan uang secara garis besar dipengaruhi oleh uang
inti dan pelipat uang. Besarnya uang inti sangat tergantung pada
tindakan-tindakan yang ditentukan oleh pemerintah khususnya bank sentral.
Pelipat uang, di lain pihak, disamping dipengaruhi oleh perilaku bank sentral
juga ditentukan oleh perilaku agen-agen ekonomi lainnya seperti bank umum dan
masyarakat domestic.
Uang kartal adalah uang yang dijadikan sebagai alat transaksi sah dan wajib
diterimaseluruh masyarakat pada perekonomian. Uang giral adalah simpanan pada
bank-bank pencipta uang giral (BPUG) dan BI yang setiapdapat ditarik (bahkan
seluruh saldonya) untuk ditukarkan denagn uang kartalsebesar jumlah nominalnya
dan tidak dikenakan penalty. Merupakan teori yang menitikberatkan uang hanya
sebagai alat transaksi. Teori klasik dikemukakan oleh Irving Fisher (M.V=P.T).
Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa
jatuhnya nilai tukar Rupiah disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1)
keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia akibat
rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai perdagangan Indonesia
yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi impor, baik
yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan harga
alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga komoditi yang
diproduksi di dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya
impor; (2) kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri. Kedua dampak ini,
pada gilirannya, akan memukul berbagai lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa
“penyebab” yang dipaparkan di atas barulah “penyebab langsungnya” (immediate
causes), bukan “akar masalahnya.” Pembahasan tentang akar masalah berada di
luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan
sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama,
terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini
sebenarnya merupakan masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar-negara.
Tingkat mobilitas kapital yang tinggi menyebabkan volatilitas mata uang.
Pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya tingkat mobilitas kapital seperti
itu? Dan mengingat efek destruktifnya, bagaimana cara melawan mobilitas kapital
yang seperti itu? Kedua, terkait dengan tingginya impor Indonesia,
pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti itu? Dan bagaimana cara
melepaskan ketergantungan ekonomi kita terhadap impor? ***
Mohamad Zaki Hussein, anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP). Penulis beredar di Twitterland dengan akun @mzakih
DAFTAR PUSTAKA
[1] Wells Fargo Securities Economics
Group, LLC, Weekly Economic & Financial Commentary, 30 Agustus 2013,
hlm. 4, https://www.wellsfargo.com/downloads/pdf/com/insights/economics/weekly-commentary/WeeklyEconomicFinancialCommentary_08302013.pdf.
[3] Badan Pusat Statistik, “Indeks
Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia,” http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=03¬ab=7.
[4] Ananda Teresia, “Dolar Naik, Harga
Tempe Tahu Naik 20-25 Persen,” Tempo.co, 1 September 2013, http://www.tempo.co/read/news/2013/09/01/090509138/Dolar-Naik-Harga-Tempe-Tahu-Naik-20-25-Persen.
[5] Suyono Saputra, “Rupiah Anjlok,
Importir Bahan Pokok di Batam Setop Pemasukan Barang,” Bisnis.com, 28
Agustus 2013, http://www.bisnis.com/rupiah-anjlok-importir-bahan-pokok-di-batam-setop-pemasukan-barang.
[6] Herlina KD, Merlinda Riska dan
Tendi Mahadi, “Rupiah Melorot Pukul Industri Manufaktur,” Kontan.co.id,
23 Agustus 2013, http://industri.kontan.co.id/news/rupiah-melorot-pukul-industri-manufaktur.
[7] Martha Thertina, “Rupiah Melemah,
Utang Luar Negeri Naik 30 Persen,” Tempo.co, 27 Agustus 2013, http://www.tempo.co/read/news/2013/08/27/092507710/Rupiah-Melemah-Utang-Luar-Negeri-Naik-30-Persen.
[8] Republik Indonesia dan Bank
Indonesia, Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, Vol: IV, Agustus 2013,
hlm. 14, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A0877A2B-7A36-4119-947A-8449A51A58AF/29883/EDSAugust2014.pdf.
[9] “Energizer Indonesia Meraup Untung
dari Melemahnya Rupiah,” Swa, 25 Agustus 2013, http://swa.co.id/headline/energizer-indonesia-meraup-untung-dari-melemahnya-rupiah.
[10] Adhitya Himawan, “Eksportir udang
diuntungkan pelemahan rupiah,” Kontan.co.id, 16 September 2013, http://industri.kontan.co.id/news/eksportir-udang-diuntungkan-pelemahan-rupiah.
[11] M. Taufikul Basari, “Rupiah
Terpuruk, Eksportir Kakao Sulsel Tangguk Untung,” Bisnis.com, 16
September 2013, http://www.bisnis.com/rupiah-terpuruk-eksportir-kakao-sulsel-tangguk-untung.
[12] Sri Mas Sari, “Pelemahan Rupiah:
Tidak Hanya Impor, Ekspor Pun Bisa Terganggu,” Bisnis.com, 11 Juni 2013,
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut