BAB
IV
REGULASI KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN MULTINASIONAL
A.
Ketentuan Pokok
Di Perusahaan Multinasional
1.
Rekrutmen
PERUSAHAAN multinasional (MNC) yang tergabung dalam The World’s Most
Admired Companies versi majalah Fortune selalu menjadi inspirasi bagi banyak
perusahaan lain dalam berbagai hal, termasuk rekrutmen. Sebelum melakukan
rekrutmen, manajemen perusahaan harus mengetahui benar apa yang dibutuhkan
organisasi. Selanjutnya, mereka harus mengetahui pula kandidat aktual
dibandingkan gambaran ideal yang dibutuhkan. Mereka terlibat penuh dalam
persiapan sebelum dan setelah bertemu dengan kandidat.
a.
Komponen strategi
rekrutmen yang sukses antara lain mencakup:
Ø Secara hati-hati mengartikulasikan strategi bisnis perusahaan
Ø Menyiapkan data komprehensif terbaru tentang tingkat ke luar-masuk
karyawan, data biaya rekrutmen, dan data keberhasilan retensi
Ø Menyusun model kompetensi yang mendukung secara langsung strategi bisnis
Ø Mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kompetensi di jajaran perusahaan,
termasuk gap yang perlu diisi
Ø Menyusun deskripsi posisi yang relevan secara akurat, termasuk deskripsi
jalur pengembangan karir
Ø Mengetahui secara dalam tentang situasi remunerasi di pasar
Ø Memiliki proses evaluasi kandidat yang teruji
b.
Langkah-langkah dalam
melakukan rekrutmen
Ø Memantapkan Pengetahuan Organisasi. Adalah penting bagi
Manajer SDM untuk bisa mengartikulasikan secara jelas tujuan strategik utama
perusahaan ataupun unit perusahaan. Ketidakpahaman mengenai strategi atau
kurangnya informasi dari manajemen senior menyebabkan anjloknya kualitas
rekrutmen.
Ø Menyusun informasi pekerjaan secara detil. Sebuah model kompetensi harus menggambarkan pengetahuan, keahlian,
perilaku, dan karakteristik personal yang dibutuhkan untuk sukses di posisi
itu. Deskripsi jabatan yang jelas, termasuk peluang pengembangan, sangat
menentukan keberhasilan rekrutmen.
Ø Melakukan evaluasi secara individual terhadap kandidat. Sekali informasi tentang pekerjaan dan organisasi yang relevan
diartikulasikan secara jelas, evaluasi kandidat bisa dimulai. Metode wawancara
bergaya lama masih penting, tetapi dewasa ini banyak hal bisa terjadi sebelum
dan sesudahnya. Kuestioner yang detil bisa membantu banyak pihak. Teknik
wawancara yang khusus memungkinkan faktor yang sulit kelihatan muncul ke
permukaan, seperti gaya kepemimpinan, toleransi terhadap perbedaan, orientasi
terhadap layanan pelanggan, dan sebagainya. Lebih jauh, evaluasi psikologi juga
diterapkan untuk lebih meyakinkan.
Umumnya MNC menerapkan banyak metode evaluasi dalam rekrutmen untuk meminimalkan
risiko. Perusahaan dalam daftar Fortune itu jauh lebih intensif melakukan
penelusuran dan pengujian awal dibandingkan dengan perusahaan biasa. Nucor,
Bertlesmann, dan Disney sepenuhnya mengandalkan assessment center, tes
psikologi, dan wawancara terstruktur yang didesain khusus untuk mendapatkan
kandidat ideal. Procter & Gamble menggabungkan metode-metode itu dengan
mengundang kandidat untuk praktik di perusahaan sebelum sepenuhnya direkrut.
2.
Seleksi
Berbasis Kompetensi
Perusahaan makin mengandalkan istilah kompetensi untuk menjelaskan proses
rekrutmen. Kompetensi individu termasuk keahlian terapan, pengetahuan,
perilaku, dan atribut personal dari setiap pekerja perusahaan.
Kompetensi-kompetensi tersebut diantarnya :
a. Keahlian (skill). Kefasihan atau
kemampuan untuk menyelesaikan tugas fisik atau mental spesifik. Keahlian diasah
dengan belajar yang tepat dan ditunjukkan dalam bekerja.
b. Pengetahuan (knowledge). Pemahaman detil
terhadap materi spesifik yang diperoleh melalui pendidikan formal, training
professional, atau pengalaman bekerja. Misalnya, akunting, marketing, dan
rekayasa.
c. Perilaku (behavior). Tindakan dan ekspresi
yang bisa diobservasi. Contohnya, sifat kooperatif, empati, pengambilan risiko,
dan kerjasama tim.
d. Atribut personal (personal attribute). Sebuah karakteristik, sifat bawaan, atau respon konsisten terhadap hal
tertentu yang menyebabkan sesuatu terjadi. Ia tidak bisa diamati secara
langsung. Misalnya, integritas, kejujuran, dan percaya diri.
Salah satu cara membuat model kompetensi adalah dengan
mengambil contoh dari para bintang perusahaan. Cara ini jauh lebih baik dengan
mencari-cari karakteristik dan keahlian dari langit. Cari saja figur yang
dianggap star performer dalam perusahaan, dan manajemen tinggal mengatakan,
“Kita butuh orang seperti ini lebih banyak lagi.”
Ada banyak cara pengumpulan informasi kompetensi,
termasuk focus group, observasi, dan kuisioner, tetapi yang paling banyak
dipakai adalah wawancara terstruktur (structured interview). Biasanya
pendekatan ini dimulai dari wawancara star performer dan manajer atasannya.
Menggunakan profil perilaku, pewawancara duduk dengan karyawan untuk
mendapatkan gambaran profil orang yang pas mengisi jabatan tersebut. Organisasi
kemudian menyusun model konsep (sekelompok kompetensi) dengan menggabungkan
hasil wawancara dengan informasi biografi serta data kinerja dan tes.
Untuk menghaluskan model itu lebih jauh, biasanya
dibuat kuisioner berdasarkan model konsep itu. Kuisioner itu dikirim kepada
orang-orang yang tadinya pernah diwawancarai. Skor dari kuisioner itu bisa
digunakan untuk menyusun indeks, sehingga perilaku dengan skor rendah bisa
dihapuskan dari model itu. Tujuannya untuk mendapatkan kompetensi yang
signifikan.
Sekali model itu tersusun, perusahaan bisa
menggunakannya sebagai dasar rekrutmen, seleksi, pengujian, training, dan
pengembangan SDM. Strategi semacam ini terus disempurnakan oleh MNC dan
memantapkan model kompetensi itu di seluruh pekerjaan, peran, dan fungsi-fungsi
yang membentuk kultur perusahaan. Model tersebut telah berkembang jauh, tidak
lagi sebatas mengetahui pengalaman, keahlian, dan tingkat pendidikan yang
disyaratkan, melainkan ke hal-hal yang lebih “lembut” seperti sikap, karakter,
personalitas, dan gaya intelektual. Di situ perusahaan-perusahaan terkemuka
ingin mendapatkan orang-orang terbaik, seperti Disney yang merekrut kandidat
dengan up personality atau Federal Express yang mencari orang yang selalu
terdorong berpikir tidak biasa (think outside the box).
3.
Pelatihan Di
Lingkungan Internasional
Pelatihan
adalah suatu proses memilih sikap dan perilaku tenaga kerja untuk ditingkatkan
menjadi lebih baik demi pencapaian tujuan. Pelatihan di lingkungan
internasional sangat berhubungan dengan seleksi personel/penugasan
internasional yang di lakukan kepada para manajer yang ditugaskan ke luar
negeri. Pada umumnya mereka kurang dapat memahami kebiasaan-kebiasaan, budaya
dan perilaku kerja orang-orang di negara dimana mereka ditugaskan
a. Alasan
Pelatihan
Pelatihan
untuk mempersiapkan keahlian bagi orang yang akan ditugaskan ke luar negeri
memiliki beberapa alasan penting antara lain alasan organisasi dan personel
yaitu:
Ø Alasan
Organisasi
Salah
satu alasan organisasi dalam melakukan pelatihan dalah agar tugas-tugas dalam
menjalankan operasi bisnis di luar negeri berlangsung secara efektif. Alasan
utama adalah untuk mengatasi ethnosentrisme dimana pada paham ini mempercayai
bahwa apapun yang dilakukan orang dari kantor pusat adalah superior dari yang
lain. Ini terjadi pada perusahaan multinasional yang sangat besar dimana para
manajer percaya bahwa pendekatan kantor pusat untuk melakukan bisnis dapat
ditularkan ke negara lain karena pendekatan tersebut lebih superior daripada
yang ada di negara lokal.
Ø Alasan
Personal
Alasan
dilakukan pelatihan bagi manajer luar negeri adalah untuk memperbaiki kemampuan
dalam berinteraksi secara efektif dengan para personel yang berasal dari negara
dimana kantor cabang beroperasi secara khusus dan orang lain secara umum dalam
negara tujuan. Program pelatihan yang efektif diharapkan dapat mengatasi
masalah personal seperti kesopanan, ketepatan waktu,kebijaksanaan, ketertiban,
sensitivitas, toleransi dan empati.
Masalah
personal yang lain adalah arogansi. Banyak manajer dari berbagai
perusahaan multinasional ketika berada
di tempat tugas, di negara lain berperilaku arogan karena kekuasaan dan
prestise yang lebih besar pada pekerjaan yang melebii di kantor pusat.
b. Program
Pelatihan
Program
pelatihan yang sering digunakan perusahaan multinasional diantaranya, yaitu :
Ø
Program Standarized
Program
ini para peserta diberi pelatihan dengan pelatihan manajemen yang sudah
terstandar. Pelatihan manajemen yang terstandar antara lain yaitu:
-
Para peserta pelatihan diajari bagaimana
menggunakan peralatan pengambilan keputusan seperti alat-alat analisis
kuantitatif.
-
Cara berkomunikasi
-
Cara memotivasi
-
Keahlian kepemimpinan
-
Diberikan pemahaman dimana tempat
penugasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan keadaan negara yang
dituju, selain budaya.
Ø
Program Tailor Made
Program
pelatihan dalam model Tailor –made
biasanya materi pelatihannya dibuat secara lebih khusus setiap negara yang akan
ditempati para peserta pealtihan. Program pelatihan jenis ini secara umum lebih
sering digunakan oleh perusahaan multinasional yang besar.
Ø
Cultural Assimilator
Pelatihan
ini terbukti efektif karena pelatihan perpaduan budaya merupakan teknik
pembelajaran terprogram yang dirancang untuk mengungkapkan satu budaya peserta
dalam pemikiran, sikap, persepsi peran, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut
terhadap budaya lain. Perpaduan tersebut dikembangkan dalam setiap pasang
budaya.
B.
Peraturan
Perundang-undangan Di Beberapa Negara
1.
Perancis
Gagasan yang terlalu menyederhanakan perlindungan dan
pekerja, seperti yang dibayangkan Civil Code, tidak lagi menjadi konsep yang
dapat dipertahankan di Perancis pada era modern ini. Hukum perburuhan sekarang
difokuskan pada status individual dalam arena ketenagakerjaan, sehingga,
status, sampai batasan yang luas, telah menggantikan kontrak,
peraturan-peraturan hukum yang bersifat perintah menggantikan pengaturan
kontraktual serta regulasi administratif, dan keputusan pengadilan memainkan
peran penting (de Vries [1975]. Hukum perburuhan juga meliputi masalah-masalah
yang tak ada kaitannya dengan hubungan antara employer/employe, seperti
legislasi, jaminan sosial, regulasi administratif, tunjangan keluarga,
privilise pajak dan pensiun hari tua.
Tawar-menawar kolektif terjadi pada beberapa level yang berbeda.
Ada sejumlah struktur hirarkis dalam hukum yang sampai menyentuh pada
kesepakatan nasional yang membentuk Undang-Undang Industrial, yang
disempurnakan oleh kesepakatan regional yang dengan sendirinya menyempurnakan
kesepakatan daerah. Pasal L 132-1 dari Undang-Undang Buruh menyebutkan daftar
beberapa kesepakatan kolektif berbeda yang diatur dalam sebuah hirarki:
kesepakatan nasional: kesepakatan daerah: dan kesepakatan yang terbatas
hanyapada salah saatu atau beberapa bidang kerja. Pasal 133-3 memuat daftar
berbagai macam hal yang diatur dalam kesepakatan kolektif yang akan tergantung
opada prosedur perluasan (lihat berikut), dantaranya, upah minimun untuk
pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian, prinsip-prinsip untuk upah tambahan
untuk pekerjaan yang membutuhkan keahlian, upah tambahan untuk pekerjaan yang
tak menyenangkan, berbahaya atau tidak sehat, periode pemberitahuan
pemberhentian, dan seterusnya.
Hukum tahun 1971 pun diterbitkan, memodifikasi beberapa provisi
tertentu dari Undang-Undang Perburuhan yang bertujuan untuk memperkuat prosedur
tawar-menawar, yang mengandung peraturan yang menyebutkan bahwa hanya serikta
buruh yang paling representatif sajalah yang diperbolehkan melakukan
kesepakatan kolektif. Ia juga berusaha untuk mendorong tercapainya kesepakatan
pada dua level ektrem:
a.
Pada level
pabrik;
b.
Pada level
antar-industri.
Tujuannya lebih lanjut adalah untuk menyederhanakan “prosedur
perluasan”. Prosedur perluasan adalah sebuah metode yang dengannya Menteri
Tenaga Kerja menyatakan bahwa kesepakatan tersebut akan mengikat terhadap semua
employer dan pekerja dalam suatu wiolayah yang dicakupinya. Dalam keadaan
tertentu, juga bisa diperluas sampai meliputi wliyah tambahan. Apabila prosedur
perluasan diimplementasikan, maka semua orang yang berada dalam ruang lingkup
kesepakatan tersebut ditempatkan pada posisi yang sama, seolah-olah mereka
adalah anggota dari organisasi yang ikut menandatangani (lihat Schmidt dan
Neal, International Encyclopedia of Comparative Law [1982] Vo, XV,
Bab 12, hal. 68).
Pada masa belakangan ini, jenis kespakatan kolektif baru telah
muncul yang meliputi semua industri, yakni “kesepakatan kolektif yang mencakup
semuanya” Dalam hal pengaruh dari kesepakatan kolektif, hukum Perancis
mengadopsi pendekatan Jerman sehingga ia mengatur mereka yang telah
menandatangani kesepakatan tersebut sebagai para pihak, bersama dengan mereka
yang, atau yang menjadi, anggota dari organisasi penandatangan.
Apabila seorang employer terikat oleh kesepakatan kolektif, baik
sebagai penandatangan langsung maupun sebagai anggota dari organisasi
penandatangan, maka berarti dia telah memsukkan provinsi dari kesepakatan
tersebut di dalam semua kontrak ketenagakerjaan (Pasal L 132-10, paragraf 2 UU
Perburuhan). Tujuan dari pada legislatif Perancis adalah untuk membawa sebanyak
mungkin persoalan ke dalam ruang lingkup kesepakatan kolektif.
2.
Jerman
Di Jerman ada 8 serikat buruh (duetscher
gewenscaherg ) yang tergabung dalam DGB. Antara lain yaitu SB bangunan (Ig Bau)
, Sb pertanian, SB Kimia (Ig BCE), SB Pendidikan (GEW) , SB Industri metal, SB
makanan minuman dan jasa (egar), SB Polisi (GP), SB Kereta api(trainsenet).
Dari 8 tersebut Serikat Buruh sector Metal (IG Metal), Kimia dan jasa merupakan
serikat buruh yang paling banyak anggotanya. Selain terdapat serikat buruh
berdasarkan sector, di Jerman juga mempunyai Dewan Perusahaan(betriebsrats). Dewan
perusahaan merupakan pihak yang mewakili buruh ditingkat perusahaan, dan
dipilih setiap 4 tahun sekali secara serentak oleh kaum pekerja di Jerman. Jika
ada perusahaan baru yang akan mebentuk betriebsrats maka diadakan pemilihan
luar biasa. Keberadaannya berdasarkan betriebsuefasuugsgeselz yaitu UUD
perusahaan Jerman. Jumlah
dewan perusahaan tergantung dari jumlah pekerja yang ada dalam suatu perusahaan
itu, antara lain; Perusahaan yang memiliki 5-20 pekerja
harus ada 1 orang betriebsrats , 21-56 pekerja harus ada 3 orang betriebsrats,
51-100 pekerja harus ada 5 orang betriebsrats, 101-200 pekerja harus ada 7
orang betriebsrats, 450-500 pekerja harus ada 29 orang betriebsrats.
Di Jerman Serikat buruhnya Cuma tergabung dalam
satu konfederasi yaitu DGB. Sementara di Indonesia ada 3 (serikat buruh) yaitu
KSPSI, KSPI dan KSBSI. Belum lagi ada persoalan fragmentasi serikat buruh di
Indonesia yang tidak ditemukan di Jerman. Di Indonesia serikat buruh gampang
pecah dan gampang membuat serikat buruh baru. Ada 12 produk perundang-undangan
berkaitan perburuhan yang cukup memberikan protektif kepada kaum pekerja di
Jerman. Seperti aturan tentang
keberadaan betriebsrats, egara sudah otomatis memberikan perlindungan dengan
adanya betriebsrats yang mewakili kepentingan pekerja didepan pihak pemberi
kerja. Sementara di Indonesia memang sudah ada aturan mengenai serikat buruh
yaitu UU no 21 tahun 2001 tentang kebebasan berserikat. Tapi faktanya buruh di
Indonesia masih sering mengalami mutasi, demosi, PHK bahkan kriminalisasi jika
mendirikan suatu serikat buruh.
Ø
Perbedaan
Antara Serikat Buruh dan Dewan Perusahaan (Betriebsrats)
Jika di Indonesia basis serikat buruh adalah di perusahaan,
hal ini sangat berbeda dengan di Jerman yang individu. Keanggotaan dalam
serikat buruh di Jerman adalah individu. Sementara jika diperusahaan
kepentingan buruh diwakili oleh betriebsrats. Hak betriebsrats yaitu turut
dalam rapat yang diadakan oleh perusahaan. Serikat buruh berperan
melakukan negoisasi dengan pihak pemberi kerja (majikan) dalam hal gaji, hari libur, PHK. Buruh diwakili oleh serikat
buruh, sementara majikan diwakili oleh organisasi pemberi kerja, jika di
Indonesia asosiasi pengusaha Indonesia (APINDO). Hasil dari negoisasi ini
diatur dalam perjanjian tariff yang berlaku di Negara tertentu dan waktu
tertentu menurut sector. Di Jerman aturan berkaiatan
dengan ketenagakerjaan tidak hanya satu akan tetapi cukup banyak. Susunan yang
bertingkat menunjukan hubungan satu dasar hokum dengan yang lainnya. Berikut urutan aturan ketenagakerjaan di negara
Jerman :
§ UUD
Negara federal, menempati urutan paling tinggi
§ UU
ketenagakerjaan
§ Peraturan
umum mencegah kecelakaan
§ Perjanjian
kerja sektoral
§ Perjanjian
dewan perusahaan dengan majikan (perjanjian tariff)
§ Perjanjian
kerja buruh majikan
§ Atuan
tentang adat , misalnya THR
§ UU PHK
§ UU
Perlindungan kerja
§ UU Hari
Libur
§ UU
dasar perusahaan
§ UUD
Negara bagian
Ø
Tugas Pokok Dewan
Perusahaan (betriebsrats)
§
Mengawasi agar semua
aturan yang berpihak pada kaum buruh benar-benar dijalankan oleh perusahaan.
§
Meminta majikan
melakukan sesuatu untuk membantu pekerja
§
Menjaga kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki
§
Mendoong pekerja untuk
mempunyai keluarga
§
Menjaga agar tidak
terjadi diskriminasi
§
Menjaga agar
perusahaan tidak menghilangkan lowongan kerja
§
Meminta perusahaan
membuka lowongan kerja
Ø Pengaruh Dewan Perusahaan (betriebsrats)
§ Dalam
bidang urusan social, berkaitan dengan bagaimana perilaku pekerja,
aturan-aturan yang berlaku dalam perusahaan, jam kerja, pembayaran gaji, asa
hari libur, hak utama mengambil liburan, berapa hari libur, dalam hal ini
beriebrats berhak ikut menentukan. Selain itu betriebsrats juga berhak
melakukan negoisasi berkaitan dengan masalah computer, telpon, software.
Misalnya: jika ingin memasang telpon baru, maka harus ada kesepakatan antara
majikan dan betriebsrats.
§ Berkaitan
dengan kesehatan dan keselamtan kerja (K3) , betribsrate harus menjaga
perlindungan kerja, misalnya memastikan bahwa pekerja bekerja dalam posisi yang
ergonomis.
§ Berkaiatn
dengan perekrutan, mutasi dan PHK, betriebsrats harus diikutsertakan dalam
mengambil keputusan
§ Berkaitan
dengan bidang ekonomi, misalnya penutupan perusahaan berdasarkan aturan
hokum pemilik dapat mengambil keputusan sendiri.
Ø Ada 3 alasan PHK di Jerman
§ Kesalahan
berat pekerja,
misalnya mencuri, selalu datang terlambat, berkelahi, dalam hal ini pihak
perusahaan harus pernah memberikan peringatan.
§ PHK
berdasarkan masalah pekerja sendiri, misalnya sakit dalam waktu yang lama,
sering sakit. Tapi dari sisi hukum ada syarat-syarat yang cukup berat untuk PHK terhadap orang
yang sakit yaitu bila sakit selama 6 minggu berturut-turut tiap tahun selama 3
tahun.
§ PHK
karena penutupan perusahaan
Kesimpulannya
majikan di Jerman cukup sulit jika ingin mem-PHK buruhnya. Syarat-syarat yang
harus dipenuhi cukup sulit, karena harus bisa dibuktikan dipengadilan. Hanya
pengadilan yang bisa membuktikan bahwa suatu PHK dikatakan beralasan. Memang
dalam atuan UU tidak ada aturan mengenai pesangon. Tapi jika pekerja mengajukan
perkara PHK ke pengadilan, pada sidang pertama perdamaian bisanya 90% perkara biasanya
menghasilkankesepakatan, hasilnya pekerja menerima pHK dan mendapatkan
pesangon. Pesangon hanya ada berdasarkan kesepkaatan di pengadilan. Jumlah
pesangon tergantung berdasarkan pada negoisasi antara pihak pekerja dan
majikan. Biasanya
pengusaha mau membayar pesangon jika pekerja tidak bekerja lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar