A. PENYELESAIAN
PERSELISIHAN INDUSTRIAL DI INDONESIA
Pasal 1
ayat 16 Undang-undang Ketenagakerjaan merumuskan hubungan industrial sebagai
suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sedangkan perselisihan hubungan
industrial dirumuskan sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan
antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
perkerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Perangkat
hukum yang mengatur perselisihan ketenagakerjaan tertuang dalam UU No. 22 tahun
1957, UU No. 12/1964, Permanaker 03/MEN/1996, Kepmenaker No.150/2000, No.78 dan
111,2001. Khusus kepmenaker 150/2000 dan 78/2001, sampai kini masih menjadi
pendebatan yang pelik. Dari kalangan pengusaha keberatan dengan kepmenaker
No.150 yang terlalu memihak pekerja. Salah satu klausa yang dipermasalahkan
pengusaha, diantaranya bagi karyawan yang mengundurkan diri (meski bermaksud
pindah ke perusahaan lain yang menawarkan upah lebih baik) berhak memperoleh
pesangon.
1. Prinsip
Penyelesaian Perselisihan
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
menganut prinsip-prinsip dalam penyelesaiannya, antara lain:
a. Musyawarah
Untuk Mufakat:
Sebelum menempuh proses penyelesaian lebih lanjut, para pihak yang berselisih
harus melakukan musyawarah untuk mufakat.
b. Bebas
Memilih Lembaga Penyelesaian Perselisihan: Para pihak untuk menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial yang mereka hadapi berdasarkan kesepakatan
bebas memilih penyelesaian melalui lembaga Arbitrase, Konsiliasi ataupun
Mediasi, untuk menyelesaikan perselisihan yang mereka hadapi sebelum melakukan
gugatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
c. Cepat,
Adil, dan Murah:
Undang-undang telah memberikan batasan waktu yang jelas terhadap setiap tahapan
dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Misalnya, proses
bipartitit (30 hari); arbitrase, konsoliasi atau mediasi (30 hari). Waktu
penyelesaian pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah 50 hari kerja dimana
untuk perselisihan kepentingan dan antar serikat pekerja/serikat buruh putusan
Pengadilan Hubungan Industrial adalah final. Prinsip adil, tercermin dari
penyelesaian yang dilakukan melalui musyawarah dan serta bila dilihat dari segi
putusan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung yang
diputus oleh Hakim Majelis terdiri dari Hakim Karir dan Hakim Ad Hoc diharapkan
dalam mengambil keputusan mencerminkan rasa keadilan. Prinsip murah, bahwa
beracara di Pengadilan Hubungan Industrial pihak yang berperkara tidak
dikenakan biaya perkara hingga pada pelaksanaan eksekusi yang nilai gugatannya
dibawah Rp 150.000.000, tidak adanya upaya banding kepada Pengadilan Tinggi
serta pembatasan perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan Kasasi
ke Mahkamah Agung.
2. Subjek
dan Objek Perselisihan Hubungan Industrial:
Para pihak yang berperkara dalam
perselisihan hubungan industrial adalah pengusaha/gabungan pengusaha,
pekerja/buruh perorangan, serikat pekerja/serikat buruh, dan perusahaan,
termasuk usaha-usaha sosial dan usaha lain yang memiliki pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan memberikan upah (pasal 1 ayat 7 UU PHI). Objek
yang dipersengketakan dalam hubungan industrial adalah perselisihan hak, perselisihan
kepetentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul
karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Perselisihan Kepentingan, yaitu perselisihan yang
timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
3. Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-undang PHI menganut
penyelesaian perselisihan melalui pengadilan dan di luar pengadilan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial mengedepankan musyawarah untuk
mufakat agar dengan demikian, proses produksi barang dan jasa tetap berjalan
sebagaimana mestinya. Berikut jenis-jenis penyelesaian perselisihan hubungan
industrial:
a. Penyelesaian
Melalui Mekanisme Bipartit
Penyelesaian melalui perundingan
bipartit, adalah perundingan antara pekerja/buruh atau Serikat Pekerja/Serikat
Buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Hal ini berbeda dengan Lembaga Kerjasama Bipartit sebagaimana dimaksud UU Nomor
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana Lembaga Kerjasama Bipartit
merupakan sebuah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang anggotanya terdiri
dari pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang sudah tercatat pada
institusi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur
pekerja/buruh.
Ada sebuah kritik yang dapat
diajukan terhadap pasal 3 ayat 3 Undang-undang PHI yang berbunyi: ”apabila
dalam jangka waktu tiga puluh (30) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan
tetapi tidak mencapai kesepakatan.” Pasal ini mengakibatkan posisi perundingan
bipartit tidak lagi memiliki kekuatan hukum.
b. Penyelesaian
Melalui Mediasi
Mediasi Hubungan Industrial yang
selanjutnya disebut Mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara
Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator disini
adalah pegawai institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan
oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban
memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh
hanya dalam satu perusahaan. Mediator, berada di setiap Kantor Instansi yang
bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota yang harus memenuhi
syarat sebagaimana diatur di dalam pasal 9 UU HPI.
Penyelesaian perselisihan melalui
Mediasi, mengutamakan penyelesaian musyawarah untuk mufakat, dan apabila dalam
perundingan tersebut dicapai kesepakatan, dibuat Perjanjian Bersama yang
ditanda tangani oleh para pihak dan disaksikan oleh Mediator dan didaftarkan di
Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta bukti pendaftaran.
Penyelesaian melalui Mediasi, bila tidak tercapai
kesepakatan proses penyelesaian selanjutnya adalah:
1.
Mediator
mengeluarkan anjuran secara tertulis sebagai pendapat atau saran yang diusulkan
oleh Mediator kepada para pihak dalam upaya menyelesaikan perselisihan mereka.
2.
Anjuran
tersebut, dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak sidang mediasi
pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;
3.
Para
pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada Mediator yang
isinya menyetujui atau menolak dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja
setelah menerima anjuran;
4.
Pihak
yang tidak memberikan jawaban dianggap menolak anjuran; namun, apabila para
pihak menyetujui anjuran, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 hari kerja
sejak anjuran disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak
membuat Perjanjian Bersama untuk didaftarkan pada Pengadilan Hubungan
Industrial guna mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran.
Sehingga
waktu penyelesaian pada mediator adalah dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
kerja terhitung sejak menerima pelimpahan. Pada dasarnya, penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui Mediasi adalah wajib, dalam hal ketika
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan menawarkan kepada
para pihak yang berselisih tidak memilih Lembaga Konsiliasi atau Arbitrase
untuk menyelesaikan perselisihan yang dihadapi para pihak.
c. Penyelesaian
Melalui Konsiliasi
Konsiliasi hubungan industrial
yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara Serikat
Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang
ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Konsiliator disini
adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator
ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib
memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,
dan perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat
Buruh hanya dalam satu
perusahaan. Konsiliator dapat memberikan konsiliasi apabila telah terdaftar pada
kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/
Kota. Konsiliator harus memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam pasal 19 UU
PHI. Penyelesaian melalui konsiliasi, dilakukan berdasarkan kesepakatan para
pihak yang berselisih yang dibuat secara tertulis untuk diselesaikan oleh
Konsiliator. Para pihak dapat mengetahui nama Konsiliator yang akan dipilih dan
disepakati adalah dari daftar nama
Konsiliator yang dipasang dan
diumumkan pada Kantor Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat. Konsiliator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial pada dasarnya adalah melalui musyawarah untuk mufakat. Dalam
perundingan yang mencapai kesepakatan, dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh Konsiliator, untuk
didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial guna mendapatkan Akta bukti
pendaftaran. Sebaliknya bila tidak dicapai kesepakatan, maka :
1.
Konsiliator
mengeluarkan anjuran tertulis;
2.
Dalam
waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama, anjuran
tertulis harus sudah disampaikan kepada para pihak;
3.
Para
pihak harus sudah memberikan jawaban tertulis kepada konsiliator yang isinya
menyetujui atau melakukan anjuran dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari sejak
menerima anjuran;
4.
Pihak
yang tidak memberikan jawaban atau pendapatnya dianggap sebagai menolak
anjuran;
5.
Terhadap
anjuran Konsiliator apabila para pihak menyetujui, maka dalam waktu
selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak anjuran disetujui, Konsiliator harus
sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian
didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mendapatkan Akta bukti
pendaftaran.
6.
Sehingga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Lembaga Konsiliasi
dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima
permintaan penyelesaian perselisihan.
d. Penyelesaian
Melalui Arbitrase
Arbitrase
Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian
suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat
Buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial
melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan kepada arbitrase yang putusannya mengikat para pihak
dan bersifat final. Arbiter yang dimaksud disini adalah seorang atau lebih yang
dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan
oleh Menteri untuk memberikan keputusan mengenai perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan
yang diserahkan penyelesaiannya melalui Arbitrase yang putusannya mengikat para
pihak dan bersifat final. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
arbiter diatur di dalam pasal 31 UU PHI.
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar
kesepakatan para pihak yang berselisih. Kesepakatan tersebut dibuat dalam
bentuk Surat Perjanjian Arbitrase, rangkap 3 (tiga) dan masing-masing pihak
mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. Penunjukan
arbiter dapat dilakukan melalui arbiter tunggal atau beberapa arbiter sebanyak-banyaknya
3 (tiga) orang. Untuk penunjukan arbiter tunggal, para pihak harus sudah
mencapai kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja, tentang nama
arbiter dimaksud. Namun, apabila penunjukan beberapa arbiter (majelis) dalam
jumlah gasal, masing-masing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sementara untuk arbiter ketiga sebagai
Ketua Majelis Arbitrase ditentukan oleh para arbiter yang ditunjuk
selambatlambatnya 7 hari kerja sejak ditunjuk oleh para pihak. Penunjukan
arbiter sebagaimana dimaksud diatas dilakukan secara tertulis dalam bentuk
Perjanjian Penunjukan Arbiter dengan para pihak yang berselisih. Perjanjian
penunjukan arbiter diatur di dalam pasal 34 ayat 2 UU PHI.
Para
pihak yang berselisih ada kalanya tidak sepakat untuk menunjuk arbiter tunggal
maupun beberapa arbiter, maka atas permohonan salah satu pihak Ketua Pengadilan
dapat mengangkat arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri.
Arbiter yang menerima penunjukan sebagai arbiter, harus memberitahukan secara
tertulis mengenai penerimaan penunjukannya kepada para pihak yang berselisih.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase, arbiter harus
mengupayakan untuk medamaikan kedua belah pihak yang berselisih. Apabila upaya
perdamaian dicapai kesepakatan arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta
Perdamaian yang ditanda tangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter
atau majelis arbiter. Akta Perdamaian dimaksud didaftarkan di Pengadilan Putusan
arbitrase, oleh salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada
Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak ditetapkan
putusan arbiter, apabila putusan diduga mengandung unsur sebagai berikut :
1.
Surat
atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan diakui
atau dinyatakan palsu;
2.
Setelah
putusan diambil, ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan
oleh pihak lain;
3.
Putusan
diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan;
4.
Putusan
melampaui kekuasaan arbitrase hubungan industrial; atau
5.
Putusan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Mahkamah
Agung, dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima
permohonan, memutuskan permohonan pembatalan dan menetapkan akibat dari
pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase dilakukan dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian
penunjukan arbiter dan atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang untuk
memperpanjang jangka waktu penyelesaian 1 (satu) kali perpanjangan
selambat-lambatnya 14 hari kerja. Suatu perselisihan yang sedang atau telah
diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan
Industrial.
e. Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Dan
Mahkamah Agung
Pengadilan hubungan industrial
adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk dilingkungan Pengadilan Negeri yang
berwenang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap perselisihan
hubungan industrial. Untuk pertama kali pembentukan Pengadilan Hubungan
Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada disetiap ibukota
propinsi yang daerah hukumnya meliputi propinsi yang bersangkutan. Sementara
untuk Kabupaten/Kota yang padat industri, dengan Keputusan Presiden harus
segera dibentuk Pengadilan Negeri setempat. Berhubung Daerah Khusus Ibukota
Jakarta merupakan Ibukota Propinsi sekaligus Ibukota Negara Republik Indonesia
memiliki lebih dari satu Pengadilan Negeri maka Pengadilan Hubungan Industrial
untuk pertama kali dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sementara
apabila di Ibukota Propinsi terdapat Pengadilan Negeri Kota dan Pengadilan
Negeri Kabupaten maka Pengadilan Hubungan Industrial menjadi bagian Pengadilan
Negeri Kota. Pada Pengadilan Negeri yang telah ada Pengadilan Hubungan
Industrial dibentuk Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial yang dipimpin
seorang Panitera Muda. Sub.Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri terdiri dari :
a.
Hakim;
b.
Hakim
Ad Hoc;
c.
Panitera
Muda; dan
d.
Panitera
Pengganti.
Sementara
susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung terdiri dari :
a.
Hakim
Agung;
b.
Hakim
Ad Hoc pada Mahkamah Agung;
c.
Panitera.
Hakim
Pengadilan Hubungan Industrial diangkat dandilantik berdasarkan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung, sedangkan untuk Hakim Ad Hoc diangkat dengan Keputusan Presiden
atas usul Ketua Mahkamah Agung dengan masa kerja 5 tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Hakim Ad Hoc untuk pertama kali
pengangkatannya paling sedikit 5 orang dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh
dan 5 orang dari unsur Organisasi Pengusaha. Syarat-syarat menjadi hakim ad hoc
diatur di dalam pasal 64 UU PHI.
Dalam
pelaksanaan tugasnya Hakim Ad Hoc tidak boleh merangkap jabatan sebagai :
a.
Anggota
Lembaga Tinggi Negara;
b.
Kepala
Daerah/Kepala Wilayah;
c.
Lembaga
legislatif tingkat daerah;
d.
Pegawai
Negeri Sipil;
e.
Anggota
TNI/Polri;
f.
Fungsionaris
Partai Politik;
g.
Pengacara;
h.
Mediator;
i.
Konsiliator;
j.
Arbiter;
atau
k.
Pengurus
Serikat Pekerja/Serikat Buruh atau pengurus Organisasic Pengusaha.
Apabila
seorang Hakim Ad Hoc yang merangkap jabatan tersebut, maka jabatan Hakim Ad Hoc
dapat dibatalkan.
Penyelesaian
Pengadilan Hubungan Industrial Gugatan perselisihan hubungan industrial
diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Pengajuan gugatan
dimaksud harus melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau
konsiliasi. Hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan
kepada pihak penggugat apabila gugatan penggugat tidak melampirkan risalah
penyelesaian melalui Mediasi atau konsiliasi. Penggugat dapat sewaktu-waktu
mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban, apabila tergugat sudah
memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan akan dikabulkan Pengadilan
apabila disetujui tergugat. Tugas dan wewenang Pengadilan Hubungan Industrial
adalah memeriksa dan memutus :
a.
Tingkat
pertama mengenai perselisihan hak;
b.
Tingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
c.
Tingkat
pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d.
Tingkat
pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh
hanya dalam satu perusahaan.
Majelis
hakim dalam mengambil putusannya mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada,
kebiasaan dan keadilan yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, dimana
putusan Pengadilan harus memuat :
a.
Kepala
putusan berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
b.
Nama,
jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak
yang berselisih;
c.
Ringkasan
pemohon/penggugat dan jawaban termohon/tergugat yang jelas;
d.
Pertimbangan
terhadap setiap bukti dan data yang diajukan, hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e.
Aturan
hukum yang menjadi dasar putusan;
f.
Amar
putusan tentang sengketa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar